Translate

Selasa, Desember 23, 2008

AKU TAK MAU SEKOLAH

Apa yang paling kau benci
: geometri
Apa yang paling kau suka
: aljabar dan aritmetika

(2 X seminggu paling murah 25 ribu rupiah)

Apa yang paling kau ingini
:bahasa Indonesia jadi bahasa nagari
Apa yang paling kau hindari
: bertemu guru pelit
(saat mengajar menyulitkan yang gampang
dan merumitkan yang sulit)

Apa yang paling kau takuti
: perempuan di tempat sepi dan pelajaran reproduksi biologi
(keduanya bisa bikin aku ereksi)

2008

HARDY MEREKAM PAK GURU YANG TENGAH MENAMPAR PIPI PAGI HARI

:2
Apakah kau terlambat lagi ikut bimbingan belajar, Hardy? Itulah soalnya, teman-temanmu hanya ingin lulus ujian tetapi tak pernah diimbangi usaha optimal. Jangan cari joki, Hardy nanti ketahuan polisi, dan Pak guru dikepung pasukan anti teror densus 88. Jangan, Hardy kasihan Pak guru nanti diinterogasi seperti teroriris yang akan meledakkan negeri ini. Mereka digiring ke gedung pemeriksaan, disorot kamera televisi sambil mengangkat tangan di atas kepala. Pakaian batik berlambang PGRI dan safari abu-abu tak sepadan dengan seragam polisi antiteror yang keren kaya aktor film detektif dalam televisi. Pak guru bukan jagoan, tetapi pintar menumbuhkan keyakinan yang dipenuhi api doa, membakar setiap lapis menyelimuti keinginanmu. Jika masih belum kau dengar dekatlah ke dada malam akan kau dengar detak jantung doa berdenyut ke pembuluh-pembuluh malam ke kapiler-kapiler petang sampai dini berdentang.

PELAYARAN BEAGLE

Kita sudah sampai pada pelayaran Beagle yang membawa tuan Darwin ke pulau Galapagos. Kura-kura purba dengan tubuh besarnya berjalan perlahan sesekali menyembunyikan kepala yang berparuh tebal. Burung-buruung finch berterbangan dari reranting pohon sambil bersiul memanggil siul angin di saat biji-biji mulai menguning. Ah tuan Darwin kau memang pandai berkhayal seperti penyair yang mencaricari kais kata dari apa yang dimakan dan apa yang dipijak. Namun tuan, anak-anakku sudah tidak mau lagi mengikutimu. Karena pemakan biji tak jadi pemakan serangga. Pemakan buah tak jadi pemakan madu.Maaf tuan, di janggut yang kelabu pikiran-pikiranmu berdebu, tua, dan tak pernah bisa diduga di jaman yang serba terbuka.

HARDY MEREKAM PAK GURU YANG TENGAH MENAMPAR PIPI PAGI HARI

: 1

Hardy kenapa kau rekam pak guru saat menampar wajah teman-temanmu? Kau merasa kasihan pada kawanmu, namun kau tak pernah berpikir betapa sakit pak guru saat dipermainkan teman-temanmu. Pak guru bukan orang gila, Hardy. Juga bukan malaikat bersayap yang bisa menerbangkan setiap kesalahan ke langit tujuh.
Pak guru tak menyakitimu tetapi menampar kesalahan yang selalu lengket di tubuhmu. Maafkan pak guru, hanya ingin menanam kebajikan di tanah-tanah yang kehilangan rasa bijaksana. Pak guru hanya ingin menyemai kesopanan di lahan hidup yang sudah berantakan. Pak guru hanya menanam sebatang pohon kecil yang mudah disapu angin atau diinjak binatang liar. Kelak pohon itu akan menjadi peneduh jalanan yang kian panas dan keringat akarnya akan merembesi tanah-tanah kering tanah luas dalam pikiranmu dan ke pelimbahan dadamu

TIGA PARAGRAF UNTUK PENCONTEK

Pencontek itu ditangkap polisi, aku gembira seperti mendapatkan kembang gula keadilan yang selama ini tak pernah aku rasakan. Aku bersorak dan mengajak anak-anakku melihat pencontek yang wajahnya pucat di meja interogasi aparat polisi.
Aku ceritakan kepada anak-anakku; “lihatlah pecundang itu tak perlu kau kasihani”. Dua gelar tersemat di dadanya, tetapi tempurung kepalanya kosong berisi buaian , buih, dan bualan; bisa sukses dengan cara yang tak beres. Ia telah bertahun-tahun membohongi gurunya berbuat tidak jujur membuat catatan tersembunyi saat ikut ujian di sekolahnya. Sayang memang, ketika sial menimpanya saat masa depan dipertaruhkan untuk memperbaiki nasibnya.

:”Ia hanya korban”, sela anakku yang duduk di belakang.
:Bukan anakku. Ia bukan korban, tetapi sebuah akibat.Jadikan cerminan buat kamu berkaca. Semaikan jujur dalam hatimu karena, kelak ketika tumbuh rindang akan menganginkan kesejukan, menaungi setiap kelelahan. Dan dari akar-akar pohon hidupnya, air akan menyumber menyirami lahan-lahan tandus menjadi sumur-sumur lepaskan dahaga di sekelilingmu

EVOLUTION (2)

:luthfi

Alam semesta;
rangkaian antara penciptaan dan evolusi. Karena penciptaan hanya sekali.

Aku merasakan kalau tuhan punya ketetapan merangkai kehidupan dengan tangan piawai
:mengadakan yang tiada dan meniadakan yang ada

2008

EVOLUTION

:1
Aku bertemu tuan Darwin di simpang jalan missing link di bawah rerubuhan pohon evolusi. Ia tengah bercengkerama dengan Karl Marx membuka buku tebalnya: Das Kapital. Disodorkannya The Origin of Spesies by Natural Selection Keduanya menganggukkan kepala sambil memberi rasa hormat menghabiskan sebotol red wine hingga senja merontokkan daun-daun usia.

Di kejauhan waktu, tuan Harun memainkan kasidah memetik dawai cinta hingga berguguran daun-daun pohon evolusi. Fosil-fosil bangkit menyanyikan dusta waktu dan hymne DNA melagukan mars dalam keteraturan dan ketepatan irama yang menghentak. Darwin sempoyongan merangkul tubuh marx yang dingin ketakutan. Mereka berlari ke kejauhan seraya menutup telinga
;Tuhan, tuhan, tuhan ...

2008

PUISI BUAT MALAM

(1)

Secantik gelap mengusap kelam langit yang tenggelam di wajahmu. Aku masih ingat saat bintang jatuh di keningmu saat-saat suara parau malam menjadi burung hantu. Aku dapat merasakan sunyi menggedor-gedor pintu di matamu. Angin merambat dingin dari gelombang hujan menggumpalkan air matamu di jam-jam rindu. Benih-benih padi, petak tanah gelap. Bangunan-bangunan sesal dan rindu berjejal di lahan-lahan hati yang kian mengeras. Pohon hanya tinggal batang berayun menunggu waktu usai di atas tanah tua.

Nyanyi kodok di seberang jalan memukul selaput telingamu, membisikkan lelaki yang tak bisa memejamkan mata. Saat -saat malam mengirim nama dan alamat dari dasar kolam dadamu. Nyanyi dingin bukan puisi, juga bukan pedih lentik kuku yang melengkung. Sebagai rindu yang berbelok ke dalam matamu. Disitu perempuan-perempuan menembang dengan iringan orkestra pohon nangka dan sebait pematang ditumbuhi tiang-tiang listrik, juga dangau dan kibaran bendera plastik dan suara kaleng menakut-nakuti burung pemakan biji.

Serombongan burung menabrak mataku, malam berbayang oleh bising burung-burung kecil yang bermigrasi di antara rimbun kabel dedaun malam yang pekat. Ah dingin mengalir dari pori dan halaman sunyi sesekali dilewati suara sandal dan sepatu. Sepotong puisi gemetar di kamar belakang, merekam suara televisi yang kedinginan dipeluk bintang sinetron yang tengah membual.

(2)

Sisa gerimis masih melekat di teras rumah. Sepi basah oleh biskmu. Ruang tamu dipenuhi khotbah televisi. Ada nyanyian mengalun dari langit-langit rumah. Tikus terjebak di antara rasa lapar dan rakus. Suara air gemericik dari kamar mandi, bau tubuhmu mulai memudar. Melunturkan warna mata memandangmu. Semuanya harus berubah seperti seusai mandi, berdandan dan memakai parfum namun akan ditelan pula oleh gerak waktu merajamkan detak dan detik hingga mekar bunga berguguran di pori wajahmu.

Dingin menipu pada tubuh yang basah. Udara congkak, menikamkan pisaunya hingga ngilu di tulang. Ah luka puisi, duka tubuh malam ditinggal sendirian. Aku tuliskan puisi cinta buatmu, laila. Tetapi kau telah tidur dikeloni malam yang berduri. Hanya dengkurmu membangunkan babi jantan yang meringkik di kandang gelap. Musim kawin kucing-kucing di atas genting, lengking suaranya memanggil pejantan yang lama kehilangan gairah. Subuh rebah di bawah geliat sepasang kekasih; bulan tenggelam dan matahari mengintai, membasahi rambut pagi setelah malam bergumul lumpur gelap yang pekat. Di dahan aroma lendir semerbak berguliran dari sudut daun meridang senyummu.

Minggu, Desember 21, 2008

PEREMPUAN MERAH

tikungan dan tebing terjal terpahat keras di wajahmu
sungai berterjunan dari kedalaman matamu
barisan burung memutih di rambutmu membawa penatribuan pulau

mengeram di benua rindu
udara yang kelabu menyeret mendung bergelantung di dahimu
rajah para lelaki dan igauan hutan-hutan kecemasan yang habis terpangkas

menunaskan hijauan kecewa
ranting-ranting percakapan tersangkut di gelap

para pemburu mengendap dari detak sepatumu
mengokang senapan yang mengarah dadamu
dada gunung dan laut
dewa tanah
dewa air

jalan setapak di tubuhmu
pedanghujanmerajam memecah batu-batu

menyibak rindu bukan padamu

; ibu
2008

Rabu, Oktober 15, 2008

BADAI

(1)

Betapa gebrak cinta melantakkan pertahananku saat lidah rindu menjilat-jilat ke dalaman ibu. Senyummu yang menggantung di pelupuk, potretmu yang terpajang di ruang tamu akan selalu menyedot keinginaku untuk pulang menemuimu. Bisikanmu selalu sampai saat sunyi atau pun bising. Aku tidak tahu apakah salam-salamku sampai seusai lima waktu, tetapi aku selalu berkirim salam untuk cinta tulusku kepada mu. Sesakali aku bayangkan kau marah saat aku lalai menyakiti keinginanmu, dan aku menyimpang dari jalan yang pernah kau pinta. Bagai badai aku terus mengirimkan rindu ke kedalaman kediamanmu dan ke ketinggian istirahmu. Aku lah kapal yang terus berlayar mendaki dan menyusuri liku dan terkaman laut yang menghadang; Ibu.

(2)

Jangan mainkan pedang tetapi berbuatlah kebajikan. Selalu kau katakan di ruang tamu, saat kita bercakap semenjak sepeninggal ibu. Aku selalu mengalah karena aku tak ingin melukai puisimu yang indah dengan bangun kata yang tak sudah-sudah sehingga aku kesulitan untuk membikinnya jadi madah. Betapa banyak ludah kutelan untuk menelan rindu yang tak tertahan, tetapi aku selalu mengapuisinya dengan harapan yang bermunculan.

IGAUAN KITAB SESAMA

(1)

Di dekat igauan televisi aku masih menulis laut yang selalu tumpah dari mulutmu.Ada rumah yang ambruk dan menghanyutkan seluruh isinya berantakan menikam mataku. Aku ingat kau yang selalu merasa belas kasihan terhadap penderitaan. Kemarin kau kirim sms ke nomor handponeku aha aku kembali mengingat kisah-kisah lalu. Saat kau dimabuk cinta dan malam-malam gelap kau merayap sambil menyanyikan lagu sunyi yang mengiris-iris bulan. Angin menyuling dingin dan kau menggeliat sambil kembali memuntahkan sungai yang lama terbendung dalam pelupuk. Aku masih bergulat dengan kata dengan harakat yang belum bisa aku baca dan masih saja aku terperosok kedalam puisi yang selalu ingin aku rayakan.

(2)

Bila kau lalai aku selalu memaafkanmu, karena kamu takkan pernah menepati janji. Aku sudah menduga itu akan selalu terjadi seperti laut-laut pasang yang seringkali terjadi. Masih kuingat tulisan tanganmu yang hitam di atas lembaran kertas folio dengan tanda tangan yang menebal, namun aku yakin seperti kepudaran tinta itu yang dimakan usang waktu. Lebih baiki kau tak berjanji, dan aku tak perlu memahami apa yang kau mau, karena ternyata pertemuan pikiran kita akan ada dalam jurang yang sama dari jalan yang berbeda. Jalan-jalan setapak yang telah kita lalui kuhapus jejaknya dan disitu kutemukan barisan puisi segar menimang-nimang luka dan gembira. Betapa terang matahari dari matamu, saat aku sembunyi dan mendengarkjan nyanyianmu yang berulang-ulang sementara telingaku mau pecah karena sumbangmu

(3)

Ah aku ingin mengulang berfoto denganmu di depan gedung sekolah yang gentingnya warna merah. Ada lambang kuda terbang yang akan menerbangkan impianku dan simbol sayap dan ekor mengembang yang akan menjaga keseimbanganku. Ah di langit aku bisa menemukan kotamu yang asri tanpa pernah ada kebisingan dan pertikaian. Gedung-gedung sekolah yang biru disapu cahaya rindu dengan taman hijau semerbak memekarkan impian-impian yang lama di damaikan. Lalu aku turun ke bumi, riuh anak-anak ditinggalkan kosong dalam kelas tanpa guru pengajar, sementara setiap bulan sumbangan pendidikannya tak boleh kurang dan tepat tanggal. Kubuka kitab pendidikan negeri ini, betapa mulia visi, misi dan tujuannya bagai kitab suci. Namun mungkin belum bisa diamalkan di bumi negeri ini.

DALAM MULUTKU

Laut dalam mulutku ingin muntah selalu

Ingin memaki, meski kutahu kau takkan peduli

Dari sini kota demi kota menjarahi tubuh menyesap peluh

:indomaret, alfamart, swalayan nama baru yang menjejali keinginan

Dari kaoskaki, bumbu dapur, makanan, minuman, dan buah-buahan

Mataku biru oleh rak makanan dan minuman, kotak buah-buahan dan roti instant. Salam kaku para penjaga pintu, senyum persegi menanti

Deretan motor berdesak sesesak para ibu memasukkan belanjaan ke dalam kerangjang. Mereka mengemasi mata , mulut, dan telinganya. Melepas lapar, dahaga, dan tuli memasukkan bunyi buah-buahan yang memerah mematangkan rakus yang terus mendidih di tungku kepala

Betapa pahit menolak pil penawaran yang kau bagi-bagi di kompleks perumahan rakyat – sepahit obat untuk melenyapkan rasa sakit.

2008

PERJUMPAAN

PERJUMPAAN

(1)

Guru dan murid menempuh jalan

: pengetahuan

Guru dan murid berjumpa di simpang jalan

: pencarian

Guru dan murid meninggalkan jalan

: kedunguan

Guru dan murid bertemu

: tak jemu-jemu

(2)

Guru dan murid membaca buku

ketemu: kutu buku

Guru dan murid menulis buku

menjadi: buku-buku

Guru dan murid membedah buku

Menyesap: sari ilmu

(3)

Guru dan murid bertengkar

Ambil : hikmahnya

Guru dan murid bergurau

Ambil: tawanya

Guru dan murid makan

Ambil: nikmatnya

Guru dan murid kawin

Ambil: turunannya

Senin, September 22, 2008

MAAF

jangan pernah berbohong
hatimu akan bolong
jangan kau tambal dengan senyuman manis
apalagi kau tutup dengan tangis

kecuali dengan maaf tak pernah habis

JANJI

; udin
betapa panjang percakapan merambat
dari hati sampai ke ahad
betapa panjang harapan kau berkelebat
dari buaian sampai kiamat

betapa gampang janji kau buat
sampai hati megang pun tak kuat
betapa serampang kau bernasehat
sampai-sampai lupa kalau kau orang yang shalat

betapa sepi kejujuran dalam hidup ini
semua berbusa-busa menabur janji
betapa hati kian berarti
jika kau tutup dari iri dengki

KAMIS MALAM

duapuluh tikaman di punggung malam
meretakkan bulan yang mengembang di bukit tenunan
alang-alang meneteskan airmata
di tepian semak belukar yang menyimpan berita

: DUKA
pisau dendam menghunjam
dan malam basah oleh derai darah yang bermuntahan
laut-laut yang mengeram kembali membah
membuka tanggul kenangan yang selama ini kau pendam

begitu sakit duka kau tanggung karangkarang hancur
tapi bulan di luar sana ah betapa
berkali memanggilmu
sembari menebarkan aroma bugil tubuhmu

iring-iringan mengantarmu ke rumah terakhir
langkah yang pernah kau tempuh sepanjang setapak usiamu
setapak yang begitu pendek tetapi panjang bagi penantianmu
bagi kekaasih

MALAM

: mengenang indra


empat belas tikaman di punggung malam

menggugurkan bulan

yang bersarang di menara kesepian

ada tangis bintang jatuh

saat-saat puncak tenunan rubuh



Senin, September 15, 2008

LUKA

ada luka di sini
di dada dini
merah seperti matahari
memecahkan sunyi

ada doa mengembang dari kelopak subuh
tahiyat duka
salam menyemerbak
menyarikan hidup yang kian retak

Jumat, Juli 11, 2008

PAGI

(1)
Berita apa lagi yang kau bawa
Subuh baru saja jaga
Mobil baru saja dibakar dan penangkapan Anak-anal muda
Beringas menantang petugas

Satuan polisi dengan tameng di dada
Suara kegaduhan saling dorong di pintu lembaga
Hidup kian sulit tak terduga
Menyusul tinggi kenaikan harga

Jaman ini susah
Hidup kian resah

Orang-orang dengan ualar kata
Mulut bercabang dua
Dan api di matanya membakar televisi
Menyala sepanjang detak

4 orang tewas dalam 3 tahun sengketa
Tanah perkebunan
Berapa hati telah mati, kehilangan
Rasa perikemanusiaan

Orang-orang berjubah bersitegang
Saling bermain parang
Meski bukan sebuah perang
Namunpenangkapan berlangsuang di seberang

(2)
Pagi ini ada pidato pejabat tinggi
Dengan senyum dipaksakan
Kata-kata dijejalkan

Tak ada puisi di situ
Juga jangan cari kata hatimu

Gedung persekolahan
Dan perguruan tinggi menjulang
Saling menyusul ambil pengutan uang

Baca berita pagi mendung enggan berganti
Kering dan kelaparan
Hujan dan kebanjiran
Angin dan longsoran
Birokrat dan politikus
Main akrobat
Di malam pekat
:kursi, uang, dan perempuan
Tak henti disikat

Bacalah, ajak kitab suci
Kiloan meter grafiti di negeri ini
Kiloan meter kaligrafi
Menggurat munajat dan istighosa berkali-kali

(3)
Kenapa selalu tumbuh ragu
Saat kita sama-sama bertemu
Karena sangsi selalu tertanam
Saat kita mulai perjanjian

Kenapa selalu kau tuduh aku menyimpang
Pada hal kau tak paham apa yang kuinginkan
Karena kau selalu melihat yang dipampang
Pada hal kau tak menebak ada apa dibelakang

Kenapa kau selalu kecut mendengar kejujuran
Aku pun tak pernah memaksakan kau ikutan
Kau selalu menyangkaku kekirian
Sementara kau pun, kanan bukan

Mengapa kau curiga aku pemberontak
Pada hal sejak dulu kataku biasa kau tetak
Dan aku selalu rindu mengataimu
Sebab kau tak tahu bahasa kalbu

PEREMPATAN

: toko banjir

Jalan ke utara
Arah batuampar
Pebukitan kuna
Letak kubur para aulia

Disitu ziarah bermula
Ke asta yusup
Ke pulau talango ziarahnya

Ke timur jalan kecil ke bukit babaran
Tempat tembuni trunajaya dibenam
Ke puncak lagi, kubur sitihinggil
Menatap kota yang gigil

Kenangan tersisa di taman yang selalu dibangun
Patung laki bekuda sudah tak dijumpa

Urat-urat kota saling bersilangan
Gedung-gedung dirubuhkan
Tempat belanja ditumbuhkan
Mulut selalu dikenalkan kuat makan

Penjual makan dan minum
Meramai saat sore terbenam
Bersma riuh masjid baca pujian
Dan panggilan azan

Ke barat,
Sungai membelah dada kota
Tebing kian curam
Securam duga bersarang dalam sangka

Di bibir sungai,
Hijau daun waru tak tersisa
Kota kecil yang sepi
Hari-hari terus berganti

Di terminal jalannya berlubang-lubang
Bis antar kota menunggu penumpang 10 menit saja
Tak ada yang berkesan di kepala
Hanya warna-warna batik yang menggurat tegas
Disini bermula dan bergegas
Orang-orang berangkat
Ke berbagai kota:
Besi tua, penarik beca, atau
Ke negara tetangga, meski tanpa paspor
Sebagai imigran gelap juga

Tak terlupa jika kamis malam tiba
Menara-menara menyanyikan tartil, pujian dan shalawatan
Mengekalkan kota yang tentram

Hanya sesekali saat gelombang pasang
Atau saat purnama datang di awal bulan atau saat purnama datang
; banjir bertandang
Serupa kerusuhan yang tiba-tiba meruntuhkan kota

Lalai para pemegang kuasa.

PERTIGAAN

:junok

Masjid di sudut jalan
Menggandeng sungai ke bujur timur
Pagihari matahari berlari

Kota bergegas ke arah pelabuhan
Jembatan kehidupan di atas lautan
Kian hitam
Kapal harapan bersandar

Lalulalang, kendara saling bergegas
Doa-doa belum tuntas
Duha tegak saat fajar beranjak
Berombak-0mbak doa tersibak

Tepi sungai memanjang
Airnya biru
Rumah-rumah sepanjang
Menghadap kiblat

Di kediaman syarifuddin dea
Penyair datang dan pergi
Menggelegakkan kata
Ke retak tubuh kita

Ke lingkar selatan
Malam bergerak perlahan
Rimbun alang-alang gumam perlahan
Mengintai babi hutan menyeberang kelam

Kerbau-kerbau di sawah
Tak banyak dijumpa sudah
Kenangan yang kian lenyap
Hari-hari terus berkesiap

Terminal lama,
Tempat janji jumpa dan pisah
Dengan rahmah
Datang dan pergi

Masjid kota jadi saksi
Aku, heni, dan aini
Pernah janji selalu reuni

Lalu seperti kendara jalan raya
Hilang suara ganti bising tak pernah reda
Doa-doa terus meminta
Tanpa pernah kenal renta

Di sini pula
Cakraningrat IV menghancurkan
Lalim penguasa

BILA

Bila kau guru
Jangan pernah merasa ragu
Bila kau murid
Jangan pernah merasa tahu

SURAT KEPUTUSAN

MENGINGAT:

malam bentang bulan berlarian ke balik awan
sunyi tikam-menikam ingatan

MENIMBANG:
Betapa besar rindu tertahan
Di antara detak bintang dan degup bulan
Te,aram di serambi kenang
Dingin berguliran di rumputan petang

MEMUTUSKAN:
Ah betapa dalam rindu kau tumbuhkan
Merdu lagu kau lantunkan di pertigaan malam
Aku letakkan sungai
Kau layarkan sampan
Aku menarik jangkar
Kau tiup angin lautan
Aku mengibar layar
Kau deru badai bersahutan
: Ya..Aziss...

Saling melayar
Ke batas mercusuar

DINI

Seperti dini cintaku merambat
Dalam dingin dan gelap
Temaram bintang dalam nafas
Nyanyian sunyi kian keras

Aku pun menjadi bulan lima belas
Terbit di antara gulungan cemas
Gunung-gunung keangkuhan merunduk
Di atas hamparan rumput petang

Sungai-sungai berdesir membelah mata
Neggelamkan gelisah
Berbatu-batu pasrah
Di tepi-tepi sepi

Aku menjadi subuh
Melepas gelap di ambang batas
Layar matahari menderkap
Pagi berlabuh

Minggu, Juni 15, 2008

QUANTUM MALAM

Aku datang lagi di ruang temaram
Tempat kau dan aku berbagi kenang
3 tahun waktu menggores langit ingatan
Beratus kisah mengeram dalam kehangatan

Musim hujan telah reda dan kemarau tumbuh
Mematangkan kata-kata yang mengeras dalam tubuh
Daundaun kembali gugur dan menumpuk ingatan dalam subuh
Sehingga kau tahu bahwa aku seringkali berlabuh

Terik yang memancar dari matamu. aku tahu
Betapa gerah kau menanti perubahan waktu.
Tetapi bulan yang mengambang di dalam mimpimu
Terus berenang menyimpan pagi

Malam terus menarinari si antara bintang-bintang dini
Yang berkerjapan seperti matamu berkerlip
Menyimpan sejuta cahaya matahari

Hentakan musik memenuhi ruangan
Menyesaki dada dan kepalaku
Dalam segelas es buah yang terasa hambar

Aku baca meja kosong di depanmu
Sebaris menu yang tak sempat aku baca
Tetapi aku cukup mengerti bahwa kau

Yang selalu menyanyi dalam rindu
Dan aku yang selalu menunggu di depan pintu

TOL

Waktu berputar
Jarum jam menyambar
Usia terkapar

Minggu, Juni 08, 2008

DI TAMAN

di taman sebutir matahari
terjun dari ujung daun, bumi mengamini
lalu, bunga-bunga berseri

Kamis, Juni 05, 2008

ANAK-ANAK SIANG

Dari ususmu
matahari membakar lapararoma garam dan pasir melumuri udara

panggang kakap dan kerapukarang terbakar asap hitam dan langit berawan

pekat kenangan
amis perih udara
gemuruh pasir berdesir membakar rindu pelesir

: podai, podai, podai !!!!!

NAK

nak, kenapa kau ingin jadi dokter
karena bisa menolong orang atau
karena banyak uang
atau
kedua-duanya

tidak hanya dokter,
manusia harus bisa menolong sesama
soal uang?
akan datang
saat kau memang bisa
menekuni ketabahan
(2)
memintal pikiranmu, nak
betapa rumit jalan pulang
pada kebenaran
sekolah hanya bisa memberikan janji
kadang tersesat dalam buku

Rabu, Juni 04, 2008

HUJAN

(1)

Hujan pagi
baringmatahari bantalan awan
burung-burung berpelukan dalam sarang

Air menjulurkan lidah jilati tubuh sepi
menuang dingin di serambi

tak lupa aku mengingatmu, hujan lalu
kau cerita malam dan hujan
bintang-bintang memercikkan tubuhnya
pijar hangat langit rindu

Kau sisakan nama dan alamat
remang bibirmu, dalam matamu
panggang hujan kian matang

(2)
Kau makin keras gedor pintu
bulan mei
cuaca remang
kelembapan ambang

Saluran luapan musim
kian lebat dalam pandang
ranting-ranting hujan yang lebat, nyanyian air
berseruling meniup bibir tanah.

Airku menari, meliuk-liuk dari ketinggian langit imaji
gesekan udara memetik petir sepi
nyanyi air kian gelembung
letupan dingin tubuh mei

DARI ATAS BIS

Tambak itu menyala
Membakar air laut yang hitam

Membasahi masa silam yang bergaram
Ikan-ikan terperangkap dalam kelam

Pasirhitamkasar merayap dari pesisir selatan
Airgaram perih meluruhkan kantungkantung hujan dari wajahmu

Malam berkeringat dari dalam bis yang panas
Menempuh perjalanan jauh

Dari rahim gelap ke kota yang semburat

2006

KEPADA PEREMPUAN

Kau tak henti bernyanyi di malam-malam mati
deru angin, lorong nyawa, dan burungburung terbang
tingalkan sarang
gemetar menahan erang

Anak-anak mengurai mimpi
Hektaran lahan ditaburi pedih
Tumbuh duri dan sedih
sungai-sungai berkelok ke pejam matamu
Menetaskan batu-batu

Perempuan, kaukah memanggul gunung dan sawah
Sapi-sapi tak lelah mendaki dan membajak
Laki-laki tak henti lepaskan tali-temali dari ladang-ladang gersang
Menimba peluh di malam-malam beku
tak henti membakar matahari

Debar dadamu
Debar hutan-hutan dan hujan
Tempat teduh semai biji-biji harapan
: Ibu!!
Sumenep, 2007

Selasa, Juni 03, 2008

PEREMPUAN II

(1)
perempuan itu tersenyum
sungai mengalir dari wajahnya
kata-kata bening menumbuhkan pohon di jantungnya
menjalari hati dan lambung langit pagi hari

(2)
perempuan itu berkedip
sebuah pintu tertutup di dadanya
sepi tenggelam di dinding langit muram
kelebat bayang nelan bulan ke balik karam

(3)
perempuan itu bernyanyi; hutan rimbun burungburung berdatangan
membangun sarang menetaskan biji pulang
lelaki dan anak-anak berteduh di kelopak yang hijau
menidurkan lelah sepulau

(4)
perempuan itu tertidur; gunung-gunung dan sawah terlelap
angin mengusung malam
purnama terbit di dada belahan
menyusui pedih dan dunia

PEREMPUAN I

(1)
sungai mengalir dari wajahmu
hanyut batu-batu balik dadamu
mengusapi pekat kelelahan mengenang anak-anak hilang

(2)
cinta itu kau hancurkan
dengan ledakan hati
dan kobar mata api

kau bunuh malam
ungu oleh beratus kelam
lelaki yang sesat jalan pulang

di tengkuknya tato mawar dan serigala
siap menerkam di antara belukar nafas
tersengal

cinta itu kau hancurkan
nyeberangkan anak-anak dari bentang kelam
merambat sepanjang lorong malam

sepanjang sajak-sajakmu mengusung penat
tersungkur sebelum tuntas rakaat
kau salamkan

(3)
ingin membisikimu;
buang dingin menumpuk
rebah malam kutuk


nyala jingga sumbu kata
bakar beku buta
sampai hangus gelap renta

lalu dini, matahari di dahimu
memecah butir-butir senyum
di kedua sudut pagi
2008

TANJUNG

Di batu malam
bintang-bintang mengambang di atas lautan
jalanan ramai oleh percakapan bakul
menggelar ikan menyambut fajar datang

Di selatan perahu-perahu menyibak gelap
menjala garam kehidupan di atas gelombang tabah
anak-anak lelap dalam mimpi bulan

Di geraham laut
nelayan tanjung menjaring bintang
cahaya menggelepar

Ikan-ikan dalam tangkapan
dengan insang kemerahan
sesegar binar mata perempuan pantai

Menanti lelakinya pulang
2006

SUNGAI BERATUS KENANGAN

Tawa anak-anak itu
Mengikatkan rindu



Selamat sore aini
kembali aku teringat kau
ketika anak-anak mengantar matahari
layak kita tempo hari
menanti sabtu di pintu
melepas minggu melambai
dan menyambut senin gemetar

Bendera kenangan berkibar di langit usia
biru prusia. Sisik awan menulis cerita bergerak dari bilik malam
dari balik kecupan
yang terpahat di pohon pinus
di bukit yang terlihat pucuknya
karena lebat rindu menghutan

Selaput kabut mengarungi bukit
angin basah membelaimu
terbungkus jaket biru
aku mendaki
kian dekat ke puncak rindu
namun makin jauh kala kuseru

Gerimis mengiris sore
hutan mendesah basah
dingin kian terasah
kurangkul gigil kenangan
hangat igaumu
melantun lagu mariam

Radio transistor di ruang tamu
igaumu kembali mengalun di antara cuaca hujan
meratapi hutan yang kian kelam

Sore ini
air menggenang di halaman
menyulam kenangan yang lama terputus
ke sungai beratus yang kian susut
2006

PASONGSONGAN

lelaki itu memeluk karang julang di balik dadanyalaut hitam kapalkapal menarik jangkar dari kepalanya
di utara nelayan pasongsonganberpose di atas gelombang meregangkan tali ototnya kayuh kemudi ke lepas laut
meninggalkan bisingpantai dan aroma berakterbakar amis pindang dan cakalang
layar dibuka angin bersorakperahu bergerak pasirpasir bukit di selatanmelambailambai.
Dan lelaki itu mengepalkan tangan di antara kakiangin yang kian kencang mengangkang
berkejaran antara hati dan gelombangAntara keberuntungan dan kemalangan ke atas lautke batas tahmitke luas takbir
lakilaki itu menembus kedalamandiantara gaduh terumbu malam dan gemuruh keikhlasan

PAKONG

Dari lembah mereka mengusung sungai
Ke bukit-bukit hitam
harapan terketam
ngarai hijau
matahari berkilau

Ladang-ladang hijau
oleh daun tembakau
agustus menua
putih kembang
seluas pandang

Perempuan-perempuan memikul air
dari hulu air mata
menimang-nimang pantulan kelam
dari pematang
2006

PENERBANGAN PUKUL 07.00 PAGI

:saat bendera dikibar setengah tiang

(1)

2 ton melati ditabur di langit mekarkan mendung dengan tajuk ungu
Tahlil dan tahmit serangga menggigiti sisa daunan di tepian matamu
Tubuh berlemak beku, senyum dingin di langit pilu
Semua akan kembali sepertimu.

Asal muasal dari segala asal
Adalah datang dan kembali kepada tiada
Langit yang sama
Laut yang sama
Tanah yang sama

Kotak-kaca bergilap memantulwajahmu yang beku
Perjalanan dari tanah-pertanian, ladang pertikaian, menuju istana sangar
di antara pagar senapang dan letupan
Sungai-sungai perlahan berbisik meniti kenangan dan kelam
Sawah-sawah menuai biji-biji pedih dan hujan semalaman

Biji-biji airmata tersemai di bukit-bukit menikam langit
Dan beratus burung tumbuh dari kegelapan
Bersayap belati dan cakar dipenuhi petir dan paku
Melintasi kubur langit senja
Menggali lubang laut bertuba

Paus berlemak,
Terbang diringi panji-panji dan lencana
Menyisakan kegaduhan dan bencana
Kota-kota ngibarkan sungai dan laut
Pohon-pohon memutikkan tangis dan darah
Penerbangan paling lamban paling bahaya menutup semua bandara

Seratus kompi serangga bersengat berputar-putar di antara langit dan tanah
Di antara rasa cinta dan terpaksa antara rasa bangga dan durhaka
Mengawini seratus lembah mebuntingi seribu bukit
Dengan disaksikan tanah-tanah tak bertanda rumah-rumah tanpa jendela
Jalanan macet, armata membasahi aspalan tempat kau dan aku menjejak kasar nafasmu
Kuku yang mengelupasi ayat-ayat tanah dan tahiyat tembakau
Bersama-sama perempuan kembali menggali alamat dan nama-nama di antara lipatan kuitnya
Seratusan doa dari masjid-masjid terus bergema membangun konfigurasi di angkasa malam
Kelebatnya menyapu bintang-bintang menyusu bulan legam
Percik cahaya tak henti meletupkan meteor di antara rasa iba dan kecewa
Meluncur dari planet kelam ke mata petang berkunang-kunang

(2)

Di atas bukit menjunjung langit
Di antara rerimbun semak terasa sengit
Di antara langit menunduk dan tanah menengadah
Tubuh beku itu ditanam ke kiblat menghadap
Pulang dewa ratusan sesaji
:Tanker,
polisi,
tentara,
tanah pertanian,
tapos,
kilang minyak,
batu bara,
hutan,
bendungan,
aceh,
nipah,
pringkuning,
priok,
taman mini,
beringin,
otb.
Patok-patok yang terus bertengger di kepala tanah
jadi mahkota
jadi singgasana
Dalam tanahmu yang dalam
Dalam tubuhmu yang dalam
Dalam namamu yang dalam
Dalam tobatmu yang dalam
Dalam dalammu yang kelam

Laut kian meluas dalam dada
Tanah kian meluas dalam mata
Jalanan kian panjang ke atas tower-tower
Menyeberangi waktu di antara punggung dan perutmu

(3)

Hallo apa kabar?
3 menit lagi aku kembali dalam freetalk sehingga kita tak tergesa
Aku menembus langit bersayap
bintang-bintang beredar dalam pikiranku
Tubuhmu melayang di atas ketinggian impian dan bersalaman
serangga mengerubungimu
Tangis atau kutukan tak jelas terdengar berseliweran dalam frekuensi duka
di antara tiang bendera kehilangan warna.

Dua bandara saling bercengkerama menanti detik-detik pemberangkatan dan penurunan sepanjang jalanan tangan-tangan melambai langit dan barisan awan lambat berjalan menundukkan wajah dan menitikkan airmata

Sebuah kerinduan, tak terlalu penting memang
Namun kenangan takkan terlupakan mengukir bukit dan langit
Di tato tubuhmu kota ini lama tertidur
dengan hutan-hutan gelap
singa-singa lahap

Ini bukan mimpi, burung-burung telah hilang dari ingatan dan kisah-kisahmu terekam di dinding-dinding batu dan tanah
Menyimpan riwayat 32 tahun
Dan tak lagi muda
Lemak bergelambir dan tubuh kian krut dalam lipatan waktu
Ke lipatan tubuhmu
Sendiri

2007

13.30 ; 24-12-07 : minggu yang tak sempat diberitakan

(1)

Senin kau pinta aku menggantikanmu
dan aku masih terbayang kamu berdiam di kursi
tapi minggu lebih dulu ngajakmu pergi

Membawa rencana dan perjalanan
ketabahan dan kesabaran
bertumbuhan dalam kenangan

Jalanan dan hujan
mengajakmu pulang
di tikungan jalan

Hujan deras mengguyur
tepian mata
baru usai mengucap salam siang

;gerimis di langit mencatat peristiwa

Senin tak ada upacara bendera
semua berkumpul di mushalla
merangkai doa dari pagi yang duka

(2)
Seluas langit pernah kau pintal
engkau lukiskan biru sayang

Warna senyum selayang
dari getar rindu saling beradu

Menggerakkan matamu yang teduh
tempat tumpah segala keluh

Meski di pelabuhan dadamu aneka kapal
sarat beban berlabuh

(3)

Hujan terakhir
mengabadikan perbincangan kau dan aku
tentang lanjut usia orangtua kita
kau dan aku anak-anak yang mencinta

Tak sekuku bajik kita melebihi ketulusannya
Tak seundak bijak membalas luapan kasihnya

Belum usai kisah kau bagi
getar hanphone dan panggilan dea menyudahi cerita
kau pulang menembus bintang gerimis

Hujan kian deras membasahi kisah tercecer
Di beranda

RAPA

anak-anak itu mametik malam
bulan bintang kian kelam
sela-sela bukit dingin merayap
jarum jam menikam senyap
igauan televisi derum jalanan propinsi berkejaran
di larimalam yang kencang
mereka mabuk menjadi televisi
mereka berteriak menjadi angkutan pedesaan yang sesak dan berbatu
saling menyusul menuju gundah
toko-toko, jalanan, dan malam kampung
saling merapat di sabtu yang gulita
pohon-pohon bernyanyi angin memantik sunyi
dan musim kian renta mencuatkan tulang-tulangnya yang dingin
kampung ini terus berbiak
anak-anak berteriak sambil membanting suaranya di emperan toko
kian runcing membacok malammalam mati
kian nyaring menyodokkan belati

anak-anak itu lahir dari sepi di saat –saat malam bunuh diri

SAMPANG

:geladak

Sungai berkelok
Denyarnya masih terasa
Berpuluh tahun lalu, bahkan lewat
Perahu menepi, tali tertambat.

Biru air berkaca-kaca
Rekam pejalan dan kendara
Lalulalang ke sekola, belanja dan tempat kerja.

Geladak belum tinggi, lantai rumah sejajar jalan raya.
Bibir sungai, masih hijau daun waru
:Pagi melintas.

Sepi berduri,
Suara kereta pelan merambat
Angkut penumpang ke kota terdekat.

Suaranya perlahan saja
seperti karat dilepas senja
Merontokan kenangan yang coklat dan renta

Riuh penarik becak
Mengangkut es balok
Dari gudang TKG dekat geladak

Ketipak kuda
Memutar roda pedati
jemput pulang bakul ikan dan sayuran

Magrib, toko-toko terkunci.
Tak ada jual beli pemiliknya masih ngaji
Sampai isyak menanti.

Bila kamis malam tak ada toko buka
Suara tartil, pujian, dan shalawat
Memenuhi langit berkat.

: barat

Masih sekitar jalan panglima sudirman
Dekat toko andalas yang kini lenyap,
Adzan di Kaptegghi merekati dinding ingatan.

Tak merdu suaranya
Namun selalu ingatkan waktu shalat tiba

Jalanan membujur ke ujung
Belok ke kanan lalu ke kiri
Toko mas terang, hing wan, dan toko kitab di sudut persimpangan.

Laris masih tetap menghadap selatan, kokoh berdiri dekat bangunan penjara
Sebelahnya lagi pos polisi, lalu truk melintas
Lemparkan kotak korek api kepada petugas.

Pasar srimangun, rel-rel mati ditumbuhi kios buah-buahan.
Toko damai yang muram kehilangan pelanggan.
Beralih ke supermaket, dan swalayan menjamur di mata memandang.

Sisa lahan tertutup beton dan aspalan
Rampas serapan hujan

Jika kemarau usai, warga siap menyongsong
Birahi sungai meluapi kota.


:timur

Belok ke selatan monumen kota,
Tak lagi patung laki berkuda dengan tombak digenggaman.
Tetapi julur menara, kubah mekar di ujungnya.

Di seberang, gedung smp 2 beralih jadi kantor bina marga.
Di dekatnya toko rejeki milik mieng lie, perempuan wajib lapor bulanan
ke aparat polisi, karena belum dapat status wni.

Tjip Soe kian merana,
Diapit swalayan bunga.

Di ketinggian geladak pasarpao sungai sibak punggung kota
Pagi, kabut, anak mengaji.
Saling sambut dengan cericit mamalia
Menggenggam sepi.

Air mulai keruh, simpan duka seluruh
Luka malam sembilan puluh tujuh.
Kota merah oleh amarah, peluru muntah oleh darah
:Tangisi nyawa terjarah.

Pecah kaca
Penuhi jalan raya.
Tarian asap dari gedung perkantoran
Dan gereja pantekosta di seberang utara.

Pasukan tentara
Berjagajaga
Senapan siaga



Periksa penumpang kendara dan pejalan
Masuk kota.
Kawatir bawa gaman dan senjata

Wajah dingin
Urat-uratnya berpilin

Berapa terkapar?
Siapa hilang?

Sungai,
Masih mengalir dari utara ke selatan kota
Wajahnya coklat lempung

Bayang-bayang mengapung
Samar-samar kambangan luka
Menampar wajah kita

2008

Kamis, April 24, 2008

MADURA CHANNEL DI TENGAH KOMPETISI BISNIS INFOTAINMENT

Oleh: Hidayat Raharja

Pertumbuhan dunia televisi sebagai media informasi dan sekaligus sebagai dunia hiburan merupakan salah satu media yang cukup marak di tanah air. Ada sekitar dua belas satsiun televisi yang berskala nasional di tanah air. Sebuah dunia hiburan yang bersifat informatif. Kedua belas stasiun televisi yang ada semakin marak dengan hadirnya ebebrapa televisi lokal dan komunitas dengan jangkuan siaran yang terbatas. Semua berupaya mencari karakter danberebut pemirsa yang ujung-ujungnya jika mendapatkan pemirsa yang banyak, akan banyak pula pemasukan iklan yang akan menunjang kepada keberlangsungan srtasiun televise bersangkutan.
Setiap televisi memantapkan diri sebagai stasiun yang berspesifikasi khusus untuk menjangkau segmen pemirsa secara spesifik atau secara heterogen. Tidak ada yang menduga bahwa stasiun televise yang berbasis kepada pemberitaan akan diminati pengiklan dan penonton. Tidak ada yang percaya stasiun yang berspefikasi kepada siaran budaya tradisi akan memilki penonton dan pengiklan. Tidak ada yang percaya bahwa stasiun televisi yang berbasis kepada pendidikan akan memiliki penonton dan pengiklan pula. Bahkan beberapa stasiun televisi melakukan merger untuk memantapkan eksistensinya dan meringankan beban biaya produksi untuk tteap bisa meraih keuntungan di antara kompetisi bisnis pertelevisian yang kian ketat.
Televisi lokal sebagai ruang alternatif untuk mencari informasi merupakan kenyataan yang tengah haduir di hadapan masyarakat Indonesia. Riau TV, Jogja TV - Jogakarta, TV Borobudur – Semarang, Tarakan TV di Tarakan Kalimantan, Bali TV – Bali, Jakarta TV – Jakarta, Jatim TV (JTV) – Surabaya. Merupakan stasiun-stasiun lokal yang mencoba menawarkan lokalitas di antara stasiun televise yang berkomptesisi di pasar nasional dengan tayangan yang hampir senada, dan saling menjiplak di antara tayangan yang banyak disukai penonton. Stasiun televisi lokal yang hadir mencoba menawarkan lokalitas mereka yang tak tercover oleh televisi nasional. Jogja TV mmeiliki siaran bahasa jawa bertajuk Pawartos Ngayogyakarta dengan penyiar berpakaian lengakap adat Yogya. Juga dengan slogan Asli Jogja. Bali Tv dengan tayangan yang khas di antara mengupas tentang kesejarahan Pura, wisata di pulau Bali, juga tentang aktivitas perempuan bali di berbagai sektor kehidupan . Terang Abadi TV – Solo menggunakan bahasa jawa untuk tayangan berita bertajuk Trans Sadyakala.
Namun bahasa daerah tidak selamanya digunakan dalam pemberitaaan televisdi lokal, seperti tarakan TV mempergunakan bahasa Indonesia dalam pemberitaan. Hal ini dilakukan kota tarakan dengan kompisisi penduduk yang heterogen banyak yang tidak paham bahasa Tidung (bahasa suku asli Kalimantan Timur). Akan tetapi setiap stasiun televisi memiliki unggulan program untuk manrik minat pemirsa sehingga bisa menjadi kebanggan atau paling tidak dapat memgobati terhadap kerinduan lokalitas pemirsa. Mereka bisa mendengar pemberitaan sekitar kota tempat mereka tinggal.
Semacam inikah yang ingin ditawarkan oleh Madura Channel yang mencoba mermabah bisnis pertelevisian dan menjadi satu-satunya bisnis pertelevisisan di Maduira? Satu-satunya karena Madura Chanel salah satu stasiun televisi lokal yang mengantongi ijin untuk melaksanakan aktivitasnya secara legal. Juga salah satu stasiun televisi di Madura yang memiliki jangjuan wilayah Sumenep sampai Pamekasan. Sementara TV komunitas yang ada di Sumenep meiliki jangkuaan terbatas sekitar kota, yaitu TV Syis ( TV Syiar Islam) dan S3TV dari skretariat DPRD Sumenep.
Mengudaranya stasiun Madura Channel pada chanel 44 UHF di awal september ini merupakan sebuah kesungguhan dari Said Abdullah Institute untuk membangun jaringan televisi untuk memberikan siaran alternatif di antara stasiun televisi yang telah mengudara secara nasional. Keungguhan ini diawali dengan pemilihan tenaga operasional yang diseleski untuk bisa membawa stasiun Madura Chanel benar-benar menjadi satu-satunya TV bagi orang Madura. Keinginan untuk manjadikan satu-satunya televisi di Madura tentu tidak cukup hanya dengan kekuatan modal dan tersedianya sarana dan prasarana serta tenaga programer dan operasional yang juga memadai, progresif dan kreatif.
Momen Launching Madura Chanel di bulan puasa ini cukup meanrik dengan melakukan lomba nasyid islami yang disiarkan secara on air, serta lomba musik tongtong yang juga disiarkan malam hari. Secara on air dapat disambut sebagai langkah awal Madura Chanel untuk membangun karakteristik ke – Madura – anya. Juga adanya keterlibatan beberapa sekolah (SMAN 1 Sumenep, SMAN 2 Sumenep. Dan SMA Muhammadiyah 1 Sumenep) walau pun barangkali kerjasamanya belum dalam bentuk konkret. Namuin tayangan sinema pelajar tersebut telah memberikan ruang publik bagi siswa SMA di Sumenep untuk mempublikasikan karya. Artinya tayangan tersebut perlu ditindaklanjuti secara konkret untuk melibatkan sekolah sebagai bentuk manifestasi keterlibatan Madura Chanel terhadap pertumbuhan dan perkembangan kreatif di kalangan pelajar.
Kerjasama dengan lembaga persekolahan ini cukup menarik, karena di sisi lain Madura Chanel dapat menyeleksi hasil karya para siswa sebagai hasil kegiatan prakltik mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi yang diselenggarakan di sewtiap sekolah menengah yang menarah kepada praktik pembutan film.Bahkan di SMAN 1 Sumenep, secara khusus ada kegiatan ekstrakurikuler yang menangani kreatifitas siswa dalam bidang senematografi. Potensi di kalangan pelajar ini patut dipertimbangkan Madura Chanel dalam artia konkret untuk juga terlibat dalam penanganan dan pengembangan kreatiifitas yang sesuai dengan karakteristik Madura Chanel.
Penaganan karakteristik ini menjadi penting, ketika produk sinema yang dihasilkan pelajar terjebak kepada tontonan yang banyak diprovokasi oleh media televisi komersial,; cinta, mistik, dan horor yang memuakkan. Apa yang terjadi pada karya pelajar yang ditayangkan di madura Chanel secara tematiok mereka sangat terpengaruh oleh tayangan televisi yang telkah menjajah kehidupan remaja kita. Saat mereka berbicara percintaan amat datardan vulgar, namun tidak pernah mereka mengangkat tema-tema humanis yang bersngakut paut dengan kehidupan mereka sendiri. Mereka bikin filmn tidak berangkat dari realitas persoalan kehidupannya. Jika dibiarkan semacam ini maka, akan hilang identisas lokal Madura Chanel yang konon berbasis pada tanah budaya Madura.
Presenter merupakan salah satu bagian dari suatu acara yang memikat pemirsa untuk bertahan di depan tayangans ebuah stasiun televisi. Namun apa yang terjadi dengan Madura Chanel. Presenter yang ada belum menampkan identitas personalnya dan kadang terasa kontras dengan acara yang dibawakan, sehingga menjadi sesuatu yang menggelikan. Bagaimana sebuah tayangan acara tidak menjadi sebuah tontotnan yang menggelikan saaat presenter dengan bahasa gaul mewawancarai salah seorang peserta lomba nasyid islami yang mempergunakan bahasa Indonesia dengan dialek ke-Madura-annya yang kental. Sebuah kepatutan yang lepas dari pertimbangan auditif yang kemudian terdengar lucu di pendengaran.
Namun semua tidak dapat memungkiri dengan hadirnya Madura Chanel akan mebawa hal baru dalam dunia pertelevisian di tanah Madura. Optimisme ini dapat dibangun dengan hadirnya Jatim TV dengan karakteristik tayangannya sehingga bisa membujuk pemirsa di kawasan tapal kuda Jawa Timur untuk menjadi pemirsanya. Karakteristik dengan bahasa dialek Suropboyo-an, Bahasa Jawa Kulonan, dan juga dengan Pojok Madura yang mempergunakan bahasa Madura yang “unik”, karena bukan bahasa standar yang umum dipergunakan masyarakat Madura.
Jika demikian banyak peluang yang bisa digarap oleh Madura Channel, untuk membangun karakteristik yang dikehendaki Madura Channel untuk bisa eksis ditengah persaingan bisnis pertelevisian. Tentunya karakteristik yang mengidentifikasikan ke - Madura – annya. Hal ini bukan hal yang gampang karena berhubungan dengan ketersediaan Sumber Daya Manusia yang mampu membaca secara kreatif dan bertindak secara progresif. Tanpa adanya ketegasan karakteristik, maka bukan tidak mungkin bahwa Madura Channel hanyalah sebuah stasiun yang membuang-buang dana tanpa pernah jelas apa yang menjadi target dan tujuan kehadirannya. Membangun proyek ideal memang tidak mungkin, karena pertelevisian berkaitan dengan permodalan. Tetapi memiliki kemampuan modal dalam pertelevisian tanpa memiliki idealisme untuk mencerdaskan masyarakatnya hanya akan mengisi ruang hampa tanpa pernah jelas yang telah dicapainya.
Tentu para penanam modal yang ada di dalamnya menginginkan bisnis televisi yang menguntungkan dan diuhadapanya telah hadir rakssasa pertelevisian yang diantara melakukan merger untuk membangun kekuatan bisnis yang bisa menguntunghkan dan tidak tertutup kemungkinan saling menjatuhkan. Kami hanya menunggu kiat dan silat para pembuat kebijakan kreator di Madura Chanel. Selamat datang di rimba pertelevisian, semoga bisa memberikan alternatif informasi dan hiburan ditengah kebuntuan tayangan hiburan televisi yang seragam dan kehilangan akal sehatnya.

Alalabang, Reaktualisasi Tradisi Lisan Ditengah Gempuran Kesenian Populer

(Alalabang, merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan tradisi di Sumenep –Madura yang memadukan antara seni macopat, wayang gelagar, dan topeng dhalang. Seni pertunjukan ini terpilih untuk ,mewakili Jawa Timur pada Festival Seni Tradisi Lisan se Asia yang akan diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 1 –4 Desember 2006)
***
Seni pertunjukan merupakan bagian dari tradisi masyarakat agraris yang memiliki hubungan dengan adat kebiasaan setempat. Suatu bagian dari keseharian dalam tradisi masyarakat petani yang berhubungan dengan sistem kehidupan mereka, daur kehidupan maupun dalam upacara keagaamaan. Di masanya seni pertunjukan tersebut mengadakan pentas dengan mendatangi rumah penduduk atau didatangkan untuk memenuhi hajat tertentu. Biasanya hajat yang diikuti dengan seni pertunjukan tersebut, berupa selamatan bumi (Rokat Bumi), selamatan karena punya niatan di lakukan di kuburan para sepuh (Bujuk) dinamakan Rokat Bujuk. Pertunjukan tersebut memiliki pola dan pakem yang standar, yaitu mereka mendatangi kuburan sesepuh (Bujuk) dengan membawa beberapa sesaji, acara doa tertentu, dan di antaranya terdapat pertunjukan yang dapat dijadikan tontonan dan tuntunan. Rokat Bujuk ini menjadi totik fokus garapan Alalabang. Sampai saat ini rokat bujuk menjadi pertunjukan rutin sertiap musim panen di desa Bun Bara’ – Rubaru.Di desa ini rokat bujuk dilakukan ke “Bujuk Barumbung”,makam Kiai Agung Barumbung, yang sampai saat ini dipercayai masyarakatnya sebagai kuburan keramat. Dalam Rokat bujuk biasanya dibacakan macopat tembang Artate dan Sengkle.

Pola pertunjukan seni tradisitersebut selalu dipertahankan secara temurun, menjadi suatu kekayaan budaya yang khas bagi setiap daerah, juga di Sumenep. Kekayaan seni tradisi baik berupa seni lisan (macopat), solo’an, tari /teater dan Topeng Dhalang menarik perhatian Agus Suharjoko dan Ahmad Darus bersama komunitasnya untuk mengemas kembali seni tradisi dan dipadukan dengan seni pertunjukan modern. Konsep perpaduan yang berpijak dari konsep rokat bujuk untuk dijadikan sumber inspirasi dalam seni pertunjukan Alalabang.
Alalabang, berasal dari kata labang, berarti pintu. Dimaksudkan seni pertunjukan tradisi di Sumenep (Madura) pada mulanya melakukan pertunjukan dari pintu ke pintu atau di undang untuk mendatangi rumah yang punya hajat. Rombongan Topeng dalang biasanya mendapatkan undangan pentas pada saat mengadakan pertunjukan., sehingga ketika manggung bisa berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya selama beberapa hari tanpa sempat pulang ke keluarganya.
Dalam konsep pertunjukan Alalabang, mengambil tiga unsur seni tradisi; sastra lisan (macopat), Solo’an, dan Topeng Dhalang dipadukan dengan seni modern yang dipadukan berupa “Tari Mothak” (tari monyet).
Konsep panggung dengan dengan mermeergunakan layar topeng dalang sebagai background dengan peralatan musik saronen, siter, saron, gender, dan seperangkat gamelan.Salenthem, gendang, siak (kecrek). Jenis Gending: kennnong tello’, sarama’an, giroan (gending kasar), dan kejungan. Sementara tokoh topeng yang ditampilkan Anoman, pasusukan anoman, Indrajit dan pasukan Indrajit, serta Trijata. Nayaga dan para pemain termasuk dalang dan apneges tidak langsung berada di panggung. Saat musik gamelan dan saronen mulai dibunyikan rombongan musik diiringi dengan bacaan tembang , para pemain berjalan menuju ke arena pementasan.
Sastra lisan (macopat), dalam konsep alalabang merupakan media efektif untuk menyampaikan pesan dan memainkan improvisasi oleh penembang atau dalang. Dalam keleluasaan mengimprovisasi lakon, pertunjukan alalabang diawali macopat dan bajang gelagar, wayang yang terbuat dari tangkai daun singkong. Atau juga bajang pappa bisa terbuat dari pelepah pohon pisang.Mengisahkan cerita “Temon Pote” atau “Timun Putih” mengisahkan seekor kera yang dipelihara K. Agung Berumbung. Dalam kisah tersebut, kera diberi tugas untuk menjaga tanaman timun yang ditanam sang kiai. Mendapat tugas dari majikannya kera kemudian punya inisiatif mengecat timun tersebut dengan warna putih, sehingga terlihat jelas di malam hari, dan terlihat apabila hilang atau diambil pencuri. Konon kisah tersebut menyebabkan timun yang berasal dari daerah Barumbung (Sumenep) warna kulitnya berwarna putih kehijauan. Saat memainkan lakon cerita “Temon Pote” dalang memainkan wayang gelagar/ pappa, suatu bentuk simbolisasi bahan cerita yang dekat dengan kultur agraris setempat. Transisi penceritaan wayang gelagar ke topeng dhalang diawali dengan tarikan kuat wayang gelagar ke depan layar topeng yang ada di panggung. Wayang gelagar yang mewakili sosok kera putih terjatuh dan dari balik layar muncul peraga (penari) berkostum kera (Anoman).
Pertunjukan bergerak ke panggung dibuka Anoman yang tengah berada di taman Argasoka yang telah berhasil melaksanakan tugas Rama, menyampaikan cincin kepada Dewi Sinta. Anoman tidak mau kembali ke Anglengka tetapi tetapi memporak-porandakan Argaloka. Keberadaan Anoman di Argaloka diketahui oleh Trijata (diperagakan oleh laki-laki yang bgerperan sebagai perempuan). Trijata jatuh cinta kepada Anoman, dan percintaan mereka diketahui oleh Indrajit, membuatnya iri. Indrajit dikeroyok oleh pasukan Anoman. Ia lari dan kembali lagi dengan pasukannya untuk melawan pasukan Anoman. Perang tak dapat dihindarkan. Ending yang cukup menarik dalam pertunjukan ini, dalang memutus cerita peperangan. Dalang memerintah kepada pasukan indrajit dan anoman untuk membuka Tatopong (Topeng). Setelah membuka topeng yang dikenakan mereka berhenti melakukan perang. Suatu filosofi yang ingin menyampaikan pesan bahwa pertengkaran tidak akan menyelesaikan masalah. Bahwa pertikaian yang terjadi karena banyaknya kepentingan yang mengintervenbsi dalam kehidupan kita sehingga kita lalai kepada sesamanya.
*****
Pertunjukan yang disutradarai Agus Suhardjoko alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan dalang Ahmad. Darus merupakan sebuah upaya melakukan revitalisasi seni tradisi dipadukan dengan konsep seni modern. Mengumpamakan panggung sebuah bujuk, maka para peraga berada di luar arena (panggung) untuk membawa sesasji atau melakukan pertun jukan.
Sebuah revitalisasi dengan memasukkan cerita atau permasalahan aktual dalam lakon (macopat) dan memadukan tari mothak ke dalam topeng dhalang.Ikon mothak dalam pertunjukan ini cukup menarik berangkat dari kisah mothak atau kera yang dipelihara Kiai Agung Barumbung yang bisa memahami keinginan manusia. Adegan yang memiliki makna bahwa kera saja bisa berubah karena didikan manusia, apalagi manusia yang berakal.
Keberanian memasukkan peraga perempuan dalam tari mothak. Hadirnya penari perempuan dalam topeng dalang merupakan hal baru, karena sebelumnya topeng dalang Sumenep diperagakan oleh peraga laki-laki. Namun hal ini tidak merusak pakem karena, peran perempuan bukan sebagai peraga utama. Namun tantangan ke depan yang cukup menarik , adalah bagaimana mengolah seni tradisi pertunjukan Alalabang menjadi media untuk mengakrabkan kembali generasi muda dengan seni tradisi leluhurnya. Tentunya dibutuhkan keberanian untuk mendekati budaya kaum muda sehingga dapat menjalin matarantai seni tradisi di tengah masyarakatnya.
Hidayat Raharja adalah penyair, dan aktif dalam kajian seni tradisi madura
Alamat rumah: Perumahan Bumi Sumekar Asri
Jl. Dewi Sartika IX/12 Kolor – Sumenep

Selasa, April 22, 2008

PERCAKAPAN

Cerita terus meluncur dari kisah-kisahmu bukan itu
Naga gagah yang terbang dari sela tanganmu tak bisa diam
Langit dipenuhi hujan terus berjatuhan ke dalam percakapan

Ah matamu elang gunung yang menyambar burung-burung kecil di reranting
Menumpahkan cerita yang lain dalam senyum yoga
Aku melihat derap kuda menunggang kata-katamu dari arah pesisir yang kelam
Seratus kuda lepas dari kandang ke padang-padang yang tak lagi hijau ke hutan-hutan yang tak

lagi berkilau
Pohon api
tanah api
air api

betapa tipis batas antara kau dan dirimu
setipis bawang yang perih kala dikuliti
betapa bengis cerita yang kau sulam
sekejam paduka pada budak-budaknya

tiga bungkus rokok filter membakar ruangan
dan ceritamu mengasap dengan aroma ikan panggang dan pindang
bau pasir yang hitam, bau air yang berlumpur dan bau kota yang bernanah
cukup enam ribu kau bisa mewngepak seratus eksemplar

aku lihat marx tersenyum menanamkan janggutnya di dagumu yang oriental
suara genta yang merah kekuningan bergelantungan di wajahmu
menyalakan hio dan sesembahan di jidatmu
membacakan doa-doa yang tak sempat aku hapal dan tak sempat aku catat

33 penari mengiringi tarian tubuhmu yang berputar di antara tarian hujan

PESISIR

; bersama mardiluhung

Inilah yang paling pesisir dari kau
saat gerak tangan,mata dan mulutmu
mengalahkan hujan yang merajam siang itu

sawah-sawah mulai tergenang
bau air menyengat siang
tapi hujan di dadamu kian deras merajamkan kenakalan dan

ketegangan kelamin tak tersalur
adakalanya ketegangan di balik kepalamu
butuh kau benturkan ke balik mesum yang tersembunyi

lupakan sejenak kau
berhujan-hujanlah dengan lelehan air membentuk molek
perempuan sesekali merayap kayalmu atau mendekap dan merangkul igaumu

air kian deras menghujani tubuhmu membasahi kisahmu
kelopak matamu mulai berduri menatap istri yoga
bukan mawar, tapi bunga jantan

sulur-sulurnya membelit rawa
akar-akarnya menembus belukar; poligami!
diam-diam dan sembunyi

kau intip tubuhnya di belakang kesetiaan istri
yang menanam doa di antara tekanan tekanan
yang kadang menyesakkan

kau buka dadanya dan kau remas segumpal daging
kau santap sesaji penutup makan siang
kau buka tengkoraknya dan kau baca kenangan mesum

yang terperangkap di otak besar
kau berkelana pada tiap ruas persendian
ke pangkal kelamin kau intip saluran-saluran

penyedot dan pembuangan, pemanas dan pendingin
pembuka dan penutup
saluran tempat kau masuk dan kau keluar

meminum dan diminum. Tempat kau diintip dan ditelan
:”kau dengar ratapan bulu-bulu memanggilmu
di atas tengkuk dan nafasmu!”

jalan-jalan yang kuning
di antara rumah-rumah tak bertanda
dan jalan-jalan tak bernama, setapak

setapak dan makadam, aspalan. Jalan-jalan ke ujung
liku-liku ke gunung
gunung-gunung mulai meninggi bumimu

kawah-kawah mulai memanas dalam dirimu
gresik jejakmu, di atas kerumunan udara tuba dan langit abu
pantai-pantai hitam dan para kelasi

yang nakal singgah pula di hotelmu
dengan jendela kata begitu luasnya
di kamar perempuan menunggu

dengan gaun hijau belahan dada terbuka setinggi paha
meringkuk di dipan yang remang. Kau atur pertemuan
mereka, di remang bulan aroma pindang dan cakalang yang mendidih

kucing belang menyantap hingga tulang
kau mengintip hingga erang
gumam pelabuhan

bintang-bintang muram di kejauhan
barisan cahaya dari tiang-tiang kapal terengah-engah
menahan beban perjalanan

sejengkal lagi ke pantai
perempuan-perempuan berjaga menunggu para kelasi
yang tengah menambatkan sauh

gemetar ombak pecah membasahi tangga
dan satu dua tiga bahkan lebih lagi menepi
dan perempuan-perempuan bergelak memegang kepala jangkar

ditenggelamkannya ke ceruk yang becek, aroma kembang dan alkohol
antara hirukpikuk dan sunyi
sapa membaca alunan kitab suci

di meja 33 botol tuak dan 99 gelas kristal berkilauan
disambar lampu kamar
2006

BUKU BACAAN UNTUK GURUKU

Oleh: Hidayat Raharja*

Setahun terakhir ini ada dua buku novel yang tak jemu aku baca berulangkali. Dua buku yang banyak mengoncang emosi, memberikan inspirasi dalam pekerjaanku. Dua buku itu antara lain: “Totto-chan Gadis Cilik di Jendela” karya Tetsuko Kuroyanagi terbitan PT. Gramedia Pustaka Utama - Jakarta, dan “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata terbitan PT Bentang Pustaka – Jogjakarta.
Dua buku ini sangat menarik untuk dijadikan bacaan wajib bagi para guru yang melakoni profesi sebagai pendidik, karena dua buku ini berkisah tentang dunia pendidikan yang terbuka, inovatif, kreatif, dan demokratis. Sebuah penceritaan yang mengisahkan pengalaman belajar siswa yang membuatnya berhasil dalam kehidupannya. Sukses dalam hidup karena peran guru yang sangat arif dan bijak dalam menangani tingkah-polah siswanya yang beragam. Ceritanya mengisahkan lembaga sekolah bukan hanya lembaga yang mencetak anak seperti yang diinginkan guru, tetapi mampu berperan sebagai “minisocity” sehingga siswa bisa mengembangkan diri, belajar bermasyarakat sebelum terjun ke masyarakat yang sesungguhnya.
Sekolah sebagai lembaga yang memfasilitasi dan mengembangkan potensi anak sesuai dengan bakat dan kemampuannya, dapat dinikmati dalam kedua buku ini, yang dipersembahkan pengarang untuk guru tercintanya. Sebuah cerita yang mengungkapkan memori mereka dalam mengeyam pendidikan di sekolah, dan bagaimana guru memperlakukan dirinya sehingga bisa sukses dalam menempuh kehidupan.
****
“Totto-chan Gadis Cilik di Jendela” di antaranya digambarkan betapa sedihnya mama Totto-chan ketika anaknya dikeluarkan dari sekolah karena dianggap nakal, tidak bisa diam, dan selalu mengundang kegaduhan. Tetsuku Kuroyanagi (nama asli Totto-chan ) menceritakan pengalamannya dikeluarkan dari suatu sekolah, karena guru kelasnya menganggap Totto-chan sulit diatur. Pada hal Totto-chan memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa. Betapa emosionalnya wali kelas menceritakan kenakalan Totto-chan kepada mamanya. “ Kalau dia tidak membuat kegaduhan dengan mejanya, dia berdiri. Selama pelajaran!” Bahkan Totto-chan berdiri di depan jendela menunggu rombongan pengamen lewat untuk memainkan musik dan memanggil teman-temannya untuk menonton, sehingga suasana kelas menjadi gaduh, bahkan sanpai mengganggu ke kelas di sebelahnya. Guru Totto-chan tidak mampu lagi menanganinya, sehingga dikembalikan lagi kepada mamanya.
Memiliki anak yang dianggap nakal dan bermasalah merupakan beban berat orangtua. Begitu pun mama Totto-chan. Akhirnya menemukan sekolah baru di Tomoe Gakuen. Sekolah yang sangat menarik, karena kelasnya mempergunakan gerbongh kereta api bekas. Wajah mama dan Totto-chan berubah menjadi gembira, ketika bisa diterima di Tomoe Gakuen. Saat menemui kepala sekolah untuk mendaftarkan diri, Totto-chan disuruh menceritakan pengalamannya. Sosaku Kobayashi – kepala sekolah di Tomoe Gakuen dengan sabar dan ceria mendengarkan cerita Totto-chan selama hampir empat jam. “kau diterima di sekolah ini!” saat Totto-chan mengakhiri ceritanya. Betapa senang dan gembiranya Totto-chan diterima di sekolah yang ruang kelasnya berupa gerbong kereta.
Hari-hari di sekolah Tomoe Gakuen sangat menyenangkan. Mr.Kobayashi sebagai kepala sekolah dengan sabar dan telaten memantau perkembangan anak sesuai dengan bakat dan potensinya, menemani berkemah di aula, makan siang bersama dan memasak bersama. Satu hal lagi di sekolah ini Totto-chan menemukan keasyikan belajar . Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar bahas terlebih dahulu. Pilihan sesuka hati mereka. Karena keunikannya maka Totto-chan kerasan di Tomoe Gakuen.
Ternyata tanpa disadari di Tomoe Gakuen siswa bukan hanya belajar fisika, berhitung, musik, dan lain-lainnya. Ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga mengenai persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain yang berbeda, menyayangi temannya yang menderita, mengunjungi temannya yang kesusahan serta kebebasan menjadi diri-sendiri.
***
“Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata tidak jauh berbeda dari “Totto–chan Gadis Cilik di Jendela” tidak jauh berbeda. Namun “Laskar Pelangi” sangat menarik karena kisah yang dibangun Andrea berangkat dari pengalaman belajarnya di sebuah daerah tambang yang kaya, namun anak-anak kampung asli di Belitong yang miskin penuh semangat dan antusiasme untuk mnemperbaiki hidup dengan menempuh pendidikan formal. Ia bukan hanya menceritakan bagaimana anak-anak para buruh kopra, buruh tambang, dan anak-anak nelayan membangun mimpi untuk memperbaiki nasib hidupnya.
Bahkan heroisme mereka para Laskar Pelangi memperjuangkan harkat dan martabat sekolahnya sehingga mampu bersaing dengan sekolah PN milik Perusahaan Pertambangan Timah. Betapa menegangkan usaha mereka untuk bisa mengangkat martbat sekolah dalam sebuah karnaval di bulan Aagustus, dan di arena lomba cerdas-cermat untuk mengukur ketangkasan dan kepandaian dalam menjawab soal-soal yang dikompetisikan. Jerih payah para tokoh dalam Laskar Pelangi, tidak lepas dari peran Bu Mus (Muslimah Hafsari) sebagai guru kelas mereka di SD Muhammadiyah dan Pak Harfan Effendy Noor- Kepala Sekolah yang dengan penuh kearifan,sabar, terbuka, dan bersikap demokratis membimbing siswa-siswanya untuk maju dan menggapai cita-cita yang diimpikan.
Bu Mus, guru yang sabar, telaten, tabah, dan tekun hanya dengan penuh keikhlasan membimbing siswa-siswanya di kelas sebanyak 10 orang hanya dengan bayaran beras 15 kg setiap bulan, beliau dengan tulus nan ikhlas membimbing dan mengembangkan potensi murid-muridnya sesuai dengan bakatnya. Bel;iau guru memiliki pandangan jauh ke depan untuk keberhasilan siswa-siswanya. Beliau menyusun sendiri silabus pelajaran Budi Pekerti dan mengajarkan kepada murid-muridnya pandangan-pandangan dasar moral, demokrasi, hukum , keadilan, dan hak-hak asasi jauh sebelum orang-orang meributkan paham materialisme versus pembangunan spiritual dalam pendidikan.
Mahar yang baik kreatifitas seninya, Lintang yang jagoan matematika, Kucai tidak pintar tetapi pandai bersilat lidah, pintar melobi akhirnya sukses sebagai anggota parlemen. Si ikal anak buruh tambang yang pintar akhirnya bisa menempuh pendidikan sampai ke benua jauh. Mereka berhasil membuktikan bahwa anak-anak orang miskin bisa merealisasikan impiannya menjadi nyata.
***
Dua buku novel ini amat pantas kalau dijadikan bacaan wajib bagi para guru, karena kreatifitas dan inovasi yang dilakukan oleh tokoh dalam buku ini amat relevan dengan kondisi pendidikan Indonesia saat ini. Bagaimana mereka membangun kemungkinan-kemungkina terbaik pembelajaran dalam fasilitas yang terbatas. Tuntutan untuk melakukan pembelajaran kontekstual dan konstruktif diceritakan dengan keterbukaan Mr. Kobayashi (Sosaku Kobayashi) untuk mengundang petani sayur di sekitar sekolahnya untuk mengajarkan bertani bagi musrid-muridnya di Tomoe Gakuen. Membangun keakraban dengan murid-muridnya dan membangun kepercayaan diri bagi murid-muridnya untuk bisa sukses, merupakan resep utama yang ditanamkan Mr. Kobayashi, sehingga murid-muridnya merasa nyaman dan senang sekolah di Tomoe Gakuen.
Bu Mus (Muslimah Hafsari) merupakan guru yang tetap menemukan aktualitasnya dalam perkembangan pendidikan Indonesia saat ini. Beliau tidak hanya memandang pendidikan sekolah hanya sekedar transfer pengetahuan namun juga memiliki tanggungjawab untuk mengembangkan anak didik sesuai dengan bakat dan potensinya. Sejak dini anak-anak telah diperkenalkan pada budi baik untuk berbuat amar makruf nahi munkar. Beliau tidak mengajarkan budi pekerti sebagai teori belaka, namun dengan perilaku yang dijadikan tauladan bagi anak didiknya. Menyikapi perbedaan pendapat dengan dan antar muridnya dengan penuh kearifan. Pak Harfan Effendy Noor sebagai kepala sekolah selalu merealisasikan keinginan siswanya dalam keterbatasan yang ada.
Kedua buku ini merupakan sindiran bagi dunia pendidikan kita saat ini untuk bisa mendidik anak yang bukan hanya pintar tetapi juga berbudi dan berakhlak, serta beradab dan mampu menghargai dan menghormati gurunya. Penghormatan terhadap guru yang ditunjukkan oleh Tetsuko Kuroyanagi dan Andrea Hirata dengan mempersembahkan karya besar ini untuk guru-guru yang dicintainya.

Penulis adalah esais, guru di SMA 1 Sumenep