Translate

Rabu, Oktober 15, 2008

BADAI

(1)

Betapa gebrak cinta melantakkan pertahananku saat lidah rindu menjilat-jilat ke dalaman ibu. Senyummu yang menggantung di pelupuk, potretmu yang terpajang di ruang tamu akan selalu menyedot keinginaku untuk pulang menemuimu. Bisikanmu selalu sampai saat sunyi atau pun bising. Aku tidak tahu apakah salam-salamku sampai seusai lima waktu, tetapi aku selalu berkirim salam untuk cinta tulusku kepada mu. Sesakali aku bayangkan kau marah saat aku lalai menyakiti keinginanmu, dan aku menyimpang dari jalan yang pernah kau pinta. Bagai badai aku terus mengirimkan rindu ke kedalaman kediamanmu dan ke ketinggian istirahmu. Aku lah kapal yang terus berlayar mendaki dan menyusuri liku dan terkaman laut yang menghadang; Ibu.

(2)

Jangan mainkan pedang tetapi berbuatlah kebajikan. Selalu kau katakan di ruang tamu, saat kita bercakap semenjak sepeninggal ibu. Aku selalu mengalah karena aku tak ingin melukai puisimu yang indah dengan bangun kata yang tak sudah-sudah sehingga aku kesulitan untuk membikinnya jadi madah. Betapa banyak ludah kutelan untuk menelan rindu yang tak tertahan, tetapi aku selalu mengapuisinya dengan harapan yang bermunculan.

IGAUAN KITAB SESAMA

(1)

Di dekat igauan televisi aku masih menulis laut yang selalu tumpah dari mulutmu.Ada rumah yang ambruk dan menghanyutkan seluruh isinya berantakan menikam mataku. Aku ingat kau yang selalu merasa belas kasihan terhadap penderitaan. Kemarin kau kirim sms ke nomor handponeku aha aku kembali mengingat kisah-kisah lalu. Saat kau dimabuk cinta dan malam-malam gelap kau merayap sambil menyanyikan lagu sunyi yang mengiris-iris bulan. Angin menyuling dingin dan kau menggeliat sambil kembali memuntahkan sungai yang lama terbendung dalam pelupuk. Aku masih bergulat dengan kata dengan harakat yang belum bisa aku baca dan masih saja aku terperosok kedalam puisi yang selalu ingin aku rayakan.

(2)

Bila kau lalai aku selalu memaafkanmu, karena kamu takkan pernah menepati janji. Aku sudah menduga itu akan selalu terjadi seperti laut-laut pasang yang seringkali terjadi. Masih kuingat tulisan tanganmu yang hitam di atas lembaran kertas folio dengan tanda tangan yang menebal, namun aku yakin seperti kepudaran tinta itu yang dimakan usang waktu. Lebih baiki kau tak berjanji, dan aku tak perlu memahami apa yang kau mau, karena ternyata pertemuan pikiran kita akan ada dalam jurang yang sama dari jalan yang berbeda. Jalan-jalan setapak yang telah kita lalui kuhapus jejaknya dan disitu kutemukan barisan puisi segar menimang-nimang luka dan gembira. Betapa terang matahari dari matamu, saat aku sembunyi dan mendengarkjan nyanyianmu yang berulang-ulang sementara telingaku mau pecah karena sumbangmu

(3)

Ah aku ingin mengulang berfoto denganmu di depan gedung sekolah yang gentingnya warna merah. Ada lambang kuda terbang yang akan menerbangkan impianku dan simbol sayap dan ekor mengembang yang akan menjaga keseimbanganku. Ah di langit aku bisa menemukan kotamu yang asri tanpa pernah ada kebisingan dan pertikaian. Gedung-gedung sekolah yang biru disapu cahaya rindu dengan taman hijau semerbak memekarkan impian-impian yang lama di damaikan. Lalu aku turun ke bumi, riuh anak-anak ditinggalkan kosong dalam kelas tanpa guru pengajar, sementara setiap bulan sumbangan pendidikannya tak boleh kurang dan tepat tanggal. Kubuka kitab pendidikan negeri ini, betapa mulia visi, misi dan tujuannya bagai kitab suci. Namun mungkin belum bisa diamalkan di bumi negeri ini.

DALAM MULUTKU

Laut dalam mulutku ingin muntah selalu

Ingin memaki, meski kutahu kau takkan peduli

Dari sini kota demi kota menjarahi tubuh menyesap peluh

:indomaret, alfamart, swalayan nama baru yang menjejali keinginan

Dari kaoskaki, bumbu dapur, makanan, minuman, dan buah-buahan

Mataku biru oleh rak makanan dan minuman, kotak buah-buahan dan roti instant. Salam kaku para penjaga pintu, senyum persegi menanti

Deretan motor berdesak sesesak para ibu memasukkan belanjaan ke dalam kerangjang. Mereka mengemasi mata , mulut, dan telinganya. Melepas lapar, dahaga, dan tuli memasukkan bunyi buah-buahan yang memerah mematangkan rakus yang terus mendidih di tungku kepala

Betapa pahit menolak pil penawaran yang kau bagi-bagi di kompleks perumahan rakyat – sepahit obat untuk melenyapkan rasa sakit.

2008

PERJUMPAAN

PERJUMPAAN

(1)

Guru dan murid menempuh jalan

: pengetahuan

Guru dan murid berjumpa di simpang jalan

: pencarian

Guru dan murid meninggalkan jalan

: kedunguan

Guru dan murid bertemu

: tak jemu-jemu

(2)

Guru dan murid membaca buku

ketemu: kutu buku

Guru dan murid menulis buku

menjadi: buku-buku

Guru dan murid membedah buku

Menyesap: sari ilmu

(3)

Guru dan murid bertengkar

Ambil : hikmahnya

Guru dan murid bergurau

Ambil: tawanya

Guru dan murid makan

Ambil: nikmatnya

Guru dan murid kawin

Ambil: turunannya