Translate

Selasa, Januari 27, 2009

DI UJUNG HUJAN

Dingin lancip menusuk pagi
Pohon-pohon gigil dan tanah menuai rindu basah
Selain dingin apa yang kau rasakan dalam pergi
Binar matamu selalu menumbuhkan rindu sejuk membasahi kisah ini
2009

DI PANGKAL HUJAN

Yang mengucur dari pancuran adalah rinduku
Yang menggigil dalam pelukan adalah rindumu
Musim ini masa tanam yang baik
Tak ada salahnya membenam benih di bulan naik

Seratus sungai membentang di dadamu
Riak rindu bertalu-talu merah jambu
Seratus bulan bersemi dari balik bukit
Nyanyian sunyi membelai daun cinta yang sakit

Sepasang gunung tumbuh di dua mataku
Pendakianku dan istirahmu
Merapal musim mengingat pulang
Menghapal senyum selalu rindu mulang
2009

Rabu, Januari 14, 2009

AZMIL BELAJAR MENGHAFAL


Sambil tiduran azmil belajar menghafal sajak yang ditemukannya dalam buku, besok akan dinilai bu guru. Sajak keindahan alam yang hanya ditemukan dalam kotak televisi. Ia menghafal sekuat tenaga seperti roda masuk gigi tiga, pagi, siang dan malam sehabis isya.

Katakan pada bu guru sajak semakin susah dibaca, karena orang-orang lebih suka belanja daripada meresapi mana sajak kita. Orang-orang lebih suka mendengar janji-janji daripada memaknai hidup yang kian ngeri.

Buku bahasa Indonesia terbakar dalam ruangan 15 watt hemat energi. Huruf-hurufnya berlepasan membangun alfabet yang pernah lamaditinggalkan. Gerakan sadar membaca hanya ada dalam rumah tangga yang bershabat dengan masa depan anak-anak yang berselancar dalam dunia maya; virtual reality.

Bu Guru, Aku tak ingin membaca sajak, bahasaku telah tenggelam dalam kolam yang selalu kau buang airnya. Aku akan menggambar huruf A yang kakinya dua atau z yang zigzag sebagai liku siku hidupku. Aku akan membangun sungai di antara mata memandang dengan sampan-sampan yang akan menyeberangkan aku ke negeri beribu. Aku bawa kail untuk memancing nasib baik dan melemparkan nasib buruk.
Aku akan gambar kapal-perahu Nuh yang menyelamatkan kaum yang taat. Tapi juga aku akan membawa bu guru melihat dunia lain yang terus berdatangan sepanjang waktu dalam ruang belajar. Google yang gesit mencari informasi akan aku kenalkan pada bu guru. Yahoo yang genit juga selalu memajang gadis-gadis cantik berjemur di pantai di antara derai pohon kelapa yang membelai langit hijau.
Sepanjang pasir – pantai, huruf-huruf berjemur mematangkan warna, dan di antara gerutu bakau yang kian kacau ikan-ikan dan kepiting berselingkuh melahirkan blasteran bahasa yang kian gaduh di rumah-rumah penginapan dan peristirahatan di ujung jalan
2008

SEPASANG SAYAP

: pernikahan NS ke 24

Semeja nasi putih di meja panjang
Semoga membuat pernikahanmu suci dan tak lekang

Acar timun dan dua macam kuah gulai kuning dan sop daging
Semoga menyegarkan percakapan daun-daun dan tak berpaling

Tusukan sate dan gorengan otak di piring
Semoga menguatkan kekhusyukan pada tuhan tak berpaling

Se-tong es buah warna-warni
Tuangan menyejukkan kehidupan yang kian tak alami

Sendawa dari para teman, usai menghabiskan santapan
Lepaskan derap prasangka yang selalu saja ada di hadapan

24 tahun tak lagi muda di raut
Namun beum terlalu tua untuk terus menyala cinta terpaut

24 desember 2008

ANDREA NON HIRATA

Andrea, empat buku yang kau tulis, menuliskan tahun-tahun kami yang hilang di tahun-tahun silam. kami menyusuri kenangan di kelas gedung SD inpres, separuh gedek dengan alas tanah.

Sekolah di bawah bukit dengan batu-batu buncit di halaman. Kami kekurangan guru. Namun bapak-ibu guru begitu tulus menularkan ilmu, seperti virulensi yang kemudian mengutukku jadi pecinta. Tak banyak buku-buku tetapi dari lidah itu menyembur aneka ilmu sedikit tapi mendalam. Tak banyak tetapi paham menjalankan hidup penuh ikhlas.

Jalan-jalan setapak, dan di jalan motor belum banyak, televisi hanya ada di rumah kalebun dan pak camat. Suara radio tiada henti menyemburkan informasi dari berbagai negeri, sehingga kami bisa membangun imajinasi. Lagu bang haji oma irama terus-menerus menggetar selaput telinga, kami kenal dangdut namanya.

Bila pagi tiba, tak kami pikir seragam sekolah tetapi menanti bapak ibu guru menceritakan pelajaran yang pertama atau boleh memilih apa yang kami suka. Kami terbiasa tak bersepatu dan seragam sehingga pikiran kami jadi beragam. Cita-cita kami juga macam-macam. Ismail yang haji tak sampai tamat SD negeri, tetapi sekarang jadi juragan besi tua, punya pabrik accu imitasi, dan punya dua istri. Hasan yang sekolah di kota terdekat saja sudah menjadi pejabat penting di kejaksanaan negeri. Sapari yang dikeluarkan karena malas kesekolah telah lama jadi pedagang besi tua dan kaya. Hanya Nanto yang takkutahu kabarnya, pada hal dulu paling banyak fasilitasnya, namun tak ada kabarnya selepas SMA.

Saat kami dewasa merasakan bedanya hidup susah di jaman lalu, tak semanja anak-anak sekolah saat ini. Tapi kami lebih mandiri dan siap menghadapi perubahan situasi yang tak mudah diprediksi. Kami tak pernah memilih takdir, tetapi kami mebangun mimpi berkali-kali sambil mengirim doa tida henti, juga bagi anak-anak kami yang akan melanjutkan kisah setelah kini.
2008

ANAK – ANAK BERMAIN PETAK UMPET

Anak-anak itu berhambur mencari tempat sembunyi, seseorang di antaranya, jadi pencari. Mereka sembunyi di rimbun kembang di halaman, sebagian lagi ngumpet di balik pagar. Ada pula yang sembunyi dibawah kolong.

Persembunyian yang tak sempurna, karena malam gelap sekali pun memantulkan cahayanya. Persembunyian yang terus bergerak ke dalam hidup yang penuh teka-teki. Sembunyinya perasaan dari dusta, kerap kali mengajak diri untuk mengingkari layak orang suci. Usia terus merambat dari pembuluh waktu yang berliku, rerambut putih kemudian dicat hitam.

Di kamar tidur desah nafas memenuhi dinding dengan aneka warna yang terus menua. Merekam langkah-langkah yang pernah berbuat salah. Dari persembunyian itu, aku terus mengembara ke tempat-tempat yang tak mungkin kau tahu. Tetapi seperti anak-anak itu akhirnya juga bertemu, sebab tak ada yang bisa sembunyi. Juga diri kita sendiri yang selalu dikejar dan dibayangi tubuh yang sembunyi dalam diri.
2008