Translate

Minggu, Mei 20, 2012

MATA SAPI


Yang kuning bundar adalah cintaku dikelilingi kesucian seorang perempuan yang belum pernah melahirkan. Aku rangkum dunia ibu dalam sejarah panjang yang bergulir dari ladang ke dagingku. Sepercik garam yang menyedapkan pandang dan hidup lapang mengusung kisah para petambak di musim yang tak bisa ditebak. Nasib selalu berputar seperti lingkar matamu yang coklat semu.

Tak ada yang lebih indah dari pada perjumpaan saat kita menuai janji di meja yang penuhi bunga wangi. Aku pilih piring dengan motif kembang belang, merah dan hitam. Merah bahagia dan ketabahan cinta yang selalu menggoda. Pada setiap suap nasi yang kita teguk aku telan butiran-butiran cahaya yang bersinar dari ladang hatimu yang subur. Cahaya yang menguatkan pepohonan merajamkan akar dan cecabang ke segala ruang. Hingga bunga-bunga bermekaran memenuhi ruang tunggu tempat kau dan aku menyusu waktu.

Tak ada yang lebih rindu dari rasa lapar yang terus menderu untuk mengisi kepal demi kepal bongkahan cinta yang berguguran dari tebing matamu. Mata yang tumpah di atas meja perjumpaan dan selalu memandang janji kita untuk selalu setia. Sesetia api pada panas yang selalu menguraikan cair pada pekat. Sepekat cinta kita sepakati.

TREMBESI


Berapa umur tuan? Hujan jatuh di halaman, mengguratkan lingkar tahun dan musim  berguguran bersama daun. Jalan menikung dan berliku di ujung. Sawah-sawah  hijau oleh cinta memandang udara yang selalu menuju ke utara. Di barat sungai melenguh sambil mengusir hujan riuh. Batang-batang trembesi menjulang menadah airmata langit yang selalu tumpah bersama sakit.

Dedaun mungil yang menuliskan cinta abadi, menguning berguguran memenuhi halaman. Ia menuliskan suara langit menjerit, udara beracun memasuki paru dunia, di antara sesak waktu kesulitan mencari rongga. Batang-batang kian hitam oleh ludah waktu yang jeram. Guratan guratan tegas  mengingatkan surat wasiat kakek yang pernah aku buka dalam sebuah laci meja. Tulisan yang mengingatkanku pada lukisan kaligrafi kaca yang ditaruh di atas pintu masuk rumah. Sebagai penjaga, katanya.

Bening oksida dan kelam karbondioksida selalu bertukar di udara, di paru hijau trembesi mengembang ke angkasa. Jemari tangannya beribu dengan bulu-bulu kemuning meniupkan angin ke selatan memberikan harapan hidup yang sebentar. Sebab, yang lama adalah keabadian. Di akar-kemakar yang menembus kedalaman hati, cecabangnya merangkul remahan diri, ia terus menjalar menyusuri hidup di antara batu nasib dan sungai haru dalam pembuluh waktu. Jika sempat bertemu terimalah seluruh rindu di antara racun dan temu. Di antara harapan yang tumbuh pada setiap jengkal jejak, yang pernah kita pijak.
2012