Hujan pulang meninggalkan kenangan menuruni matamu. Mata
kawah biru di antara gemunung pagi yang beludru. Kita makan bersama di sebuah
meja dibakar matahari. Cincang resah dan sebaskom tangis dimasak di atas tungku
dipenuhi bara rindu. Didihan kata meluap hanya terucap dalam kilatan matamu
menundukkan hutan-hutan dungu. Kau hanya bisa menguraikan pagi yang rebah di
pojok waktu yang beku.
Sungai-sungai bersahutan
dari balik jantung yang berdenyut. Debar malam yang pernah kita tangkap di
belukar sunyi mengitari ujung jam yang berderit. Hanya angin terdengar berucap
dari lubang tubuhmu. Lubang yang menyimpan binatang melata, menyusuri lembab udara
ke liang-liang hari. Gunung kata diam di bawah ambang, hanya gerak gemawan
menggiring kita dalam gerimis yang akan jelang.
Kita bernaung di tepian
pematang di bawah pohon yang pernah kita tanam. Pohon kesetiaan yang terus
mengakar dan menjalar ke tebing-tebing lembah. Bercabang-cabang ke ruang darah.
Kau siramkan seteguk airmatamu mengusap rindu yang beredebu di pipi waktu.
Hujan menderas dalam jantungku membanjiri pembuluh dengan gemeretak tubuh
menanggung peluh.
2013