Translate

Minggu, April 13, 2014

Mata Malam


Bintang itu pecah menuju dua sudut berlawanan
Membentang serabut gelap di antara dua kutub
Siapa berjalan di antara kubangan bulan
detaknya gemuruh sampai subuh

Bintang-bintang sunyi mengedipkan mata
Di antara balutan  dingin yang beruntuhan
Menuju kelok jalan memasuki  ruang dada
bergetar dan merontokkan usia. 

Yang jatuh adalah biji matahari
Di atas bongkahan tembikar musim kemarau
hujan menaklukkan rindu yang mengeras 
sepanjang nafas.   

Kau merambat  meyusuri  tebing waktu dan dini yang beku
Dengkur batu-batu memecah sunyi
Kembang-kembang cahaya bergelantungan
Di anting –anting dini yang merah

Tenggelam dalam matamu
Mengalirkan anak-anak sungai   
ke sepanjang  drainase 
mengitari pembuluh subuh

2014

Kubah Perempuan



Perempuan itu masih menyelesaikan cucian terakhir, membilasnya dengan keringat yang mengucur sejak subuh. Kau masih menyeruput secangkir teh hangat di teras rumah selesaikan bacaan terakhir tentang perempuan yang meninggalkan lelakinya di kota jauh.

Kota yang dihuni kaum luth yang ingkar dengan aneka iklan bergelantung di sepanjang malam. Bintang-bintang bergelayut di tiang kota, menyapu malam, membilas menara  murung di utara kantor pemerintah, melenguh langit riuh. Kau melintas di antara trotoar dan gedung hitam. Melirik gedung kuning yang anggun memancarkan sunyi silam diantara kegaduhan yang meledak-ledak di pasar minggu.

Matamu, getar lengkung lampu-lampu di atas kubah senandungkan magrib dan resah. Aku ingat kisah kekasihmu saat bunga-bunga menguncupkan janji di antara duri petang. Harum asoka dan kayu putih memenuhi latar.
2 April 2014