Translate

Minggu, Juli 05, 2015

Dalam Buku



Karya: Hidayat Raharja

Dalam buku hanya ada 26 huruf
saling bergandeng tangan
membangun pemahaman. 

Huruf menjadi kata-kata 
menjelma cerita
berbaris tak habis-habis.

Cerita-cerita bergerak
dalam kepala
mengisi dunia

Dunia bergerak ke dalam buku
mengurai cerita
dari jalinan kata-kata

26 huruf  bergandeng tangan.

                                                2015

Bertemu Ayah


Karya: Hidayat Raharja

Aku hanya ingin kau sehat
di usiamu jelang seabad
kerutan kulit berlipat
perjalanan waktu yang berat

Putih rambut adalah buah waktu
yang pernah ayah tunggu sambil menimangku
bercerita tentang fabel dan burung hantu
aku tidur kau pangku

langkahmu teratur perlahan
jejak kenangan takkuat menahan badan
bersama kisah-kisah belia
laki muda perkasa telah merenta

tangan telunjukmu mengalirkan sungai
Arah jalan dari mana berawal
dan kemana mengekal

                                                            2015

Talang Siring

Karya: Hidayat Raharja



Talang Siring

Kau terlentang mengancam langit.
Cagak-cagak bertumbuhan di dada
menumbuhkan geram
jalanan menikung ke arah ujung.

Depot hijau, dan bau terasi  semerbak,
meninggalkan silsilah kami yang berombak.
Nadi hitam memanjang menuju kelokan kota yang jauh,
meninggalkan bebauan  limbah dan riuh.

Isak sedih kepiting hitam di antara akar bakau,
menuliskan riwayat pesisir yang kacau.
Bunyi lonceng di selatan,
memanggil asap hio dan azan.

Isak pasir basah; jejak para pejalan punguti kenangan,
di antara geliat penyanyi dangdut pamerkan dada belahan.
Twinggggg tuter bis Akas melintas menuju arah kiblat,
mengantarkan pejalan ke jalan siasat.

Hanya gelombang laut bersahut menganyam kabut
di antara desah perahu nelayan menyandarkan nasib
menyambut siang dan matahari pecah di permukaan.

Berkali-kali kau jelaskan jumlah kunjungan dan kemolekan.
Beribukali pula aku dilupakan antara tanah gunung runtuh,
memenuhi tepian jalan dan punggung maut.

Akulah bakau sedih,
terpisah dari kisah kepiting, udang dan kerang.

Sumenep, 2015

Rumah Bagi Kau


oleh: Hidayat Raharja
Ia rumah bagi kau, tapi bukan aku.

Sebab aku ada di antara riak memukul pantai.

Malam adalah jebakan saat lampu-lampu berpantulan di atas permukaan.

Aku menari girang tak berasa memasuki perangkap yang merayap


Purnama adalah waktu yang ditunggu.
Menunggu ibu bulan tersenyum bersama pasang laut.
Ah, kau menarik-narik jaring
tubuh-tubuhku yang tergiring

Begitu beda kau dan aku.
Kau senang aku terjala.
Aku sedih kau gembira.

Jangan pernah kau sebut berhasil.
Sebab kau licik-menipu aku dengan cahaya.
Sinar yang aku sangka binar bahagia.

Cahaya jatuh di antara gelap tertidur di ujung ombak.
Sisik-sisik laut  berpantulan memanggil beribu-ribu nasib.
Nasib baik dan kutuk beriak-riak di antara buih-buih amis.
Memercik tubuh dingin menahan angin.

Angin biru atau angin merah, singgah di selaput kulitmu yang coklat.
Di lipatan-lipatan waktu yang mengkerut di sudut .
Bagan itu mengibarkan bendera; kemenangan .
Namun jauh di balik tutup kepala, aku telan gelembung garam
tersekat di antara rigi-rigi insang yang perih.

Aku ikan seperti ya’, meliuk-liuk di antara deras arus.
Aku jadi ‘ain menghadang ombak masuk dalam mulut.
Mulut yang kilau hijaiyah malam.
Gelap menyulut cahaya, meliuk-liuk di antara
redup dan kantuk yang mengangguk.
            Aku namakan kau  Talang.

Talang siring,  katamu.
Tikungan tajam berbatas bibir pantai yang aus. Di antara urukan tanah gunung
memunggung tanah baru. Bakau-bakau terisak tersedak debu dan batu
Berjatuhan dari mata nanarmu.
Ah cintaku,
sepi setangkai sentigi di atas batu.
Sedih merah di antara sore rebah.
         Di antara isak anak gadis,
         ditinggal pacar dengan lain kekasih yang manis.

Aku kerang yang menyimpan isak lirih pasir waktu,
timbul dan tenggelam kebalik cangkang.
Bersiasat dengan muslihat jahat yag berjatuhan dari lubang matamu.

                                                                                    Sumenep, 2015