Pejalan dengan sebuntal
kesal bergelayut di punggung malam. Menyusuri jalan gugup dan waktu yang
bertekuk. Di telapaknya kota-kota
diluruhkan dengan sepasang roti coklat,
dan kilau pisau menyerahkan diri. Lelaki itu datang lagi dengan mulut berbusa dimabuk lima gelas tuak jalanan
yang diminumnya dipasar malam. Matanya miring menikam kota yang juling.
“Aku telah merubuhkan
pilar kota”, teriaknya setengah serak. Di tangannya sebilah sangkur mengarah ke
jantungnya. Nyanyian malam mendengkur di antara teriakan televisi, radio FM, dan
baliho yang memenuhi jalanan. Lampu-lampu merah, bunga-bunga merekah dengan
aroma kencing menguap dari kantung
taman.
Pejalan itu menuju ujung, suara kaki terseret di atas
aspal kelam. Ia mengigau lagu gila yang tak dimengerti semua. Ia menari gila yang
tak dipahami semua. Ia meringkuk kelehanan di ujung mata kakinya yang hitam. Di
atas dua belas, jam malam.
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar