Translate

Selasa, September 29, 2009

PAMEKASAN

; Lanchor

Sebuah persimpangan pagi
Pengendara berlalulalang
Suara sempritan kadang lantang
Kini tak lagi

Taman nan rindang
monumen menjulang

malam remang
pintu belakang
pejalan gelap mengendap
kembang minyak wangi menyengat

aku melintas
samping gedung karesidenan
penghubung jalan kota dan sekolahan sma
putih & coklat susu warna seragam
mengantongi ingatan bergenggam

dekat menara air
mesin pln yang selalu gegar
kini mati tak terdengar
bersebelah dengan gedung taman siswa

kemegahan bioskop irama
memutar film india
kini merana tak ada yang iba
kenangan yang diterbangkan rama-rama

di bawah kerindangan ki hujan
rumah makan dan sebelahnya tanah lapang
malam-malam kuli bangunan minum-minum sambil jogetan
lepaskan bimbang tak bisa pulang ke tanah istri nan lengang

kini beridri kantor Dewan Kesenian Pamekasan
di sudut jalan dekatnya berdiri gagah gereja pantekosta
bersebrangan dengan keanggunan masjid Syuhada yang perkasa

: Lao’
Ke panglegur
Berbaris pertokoan
ABC bersebelahan dengan Apollo
Toko yang menyediakan aneka rupa
Bersebelahan dengan hotel garuda

Toko kelontong kampung pecinan
Bersebelahan dengan sungai menyibak jalan
Kebatas pertigaan geladak gherra manjheng

Belok kanan sepanjang jalan nuju jungcangcang
Pemukiman dan pertokoan saling berjejal
Di seberang pasar gurem yang ditata ulang

:bara’

Memutar dari masjid Syuhada
Sudi mampir
Es campur, sepotong roti, dan sebungkus kacang
Warung jujur yang selalu percaya pada yang datang
Semua dibayar dengan harga lapang

Sarsore, jadi pusat pertokoan bertingkat
Semua pada cemas diimpit pusat swalayan indo maret dan alfamart

Tuan-tuan, laki juga perempuan
berdagang emas
Aneka perabot & perangkat elektronika
Berjajar memijar kenang kampong Arab
Di situ rumah tinggal Bakar dan Yusuf

Kampong parteker
kerap perang mercon dengan kampong galadhak anyar
Saat tellasan di awal syawal.

Bangunan tanah masih ramah
Sungaisungai sebelah rumah
Tak ada masalah
Semua berjalan searah

Tahun-tahun lewat
Kenang-kenang lindap

Bila hujan datang
Kini sungai sering menguap
Dengan air coklat
Derita pun cekat

Tanah paving
Jalan beton
Hawa kering
Tak tertahan

Kota dengan batikan sepanjang jalan
Pagar kantor dan jembatan
Mewarnai mata memandang

Di pendapa jalan jokotole
Masih aku kenang aneka seni pertunjukan
Seminar peradaban songsong masa depan
Dan perubahan

Sarsepir telah dibubarkan
Berganti pasar sepeda dan elektronika loakan
Berjajar gedung perpustakaan yang besar
Di samping sungai manten yang airnya sejengkal

Bangunan penjara
Jauh di barat sana
Dekat pasar 17 yang kini berganti
Kantor Bupati
Berseberang dengan penadapa Ranggasukawati
: Bugih

Di persimpangan jalan siang
Aku pernah nunggu kendaraan
Utara ke Palengnga’an
Barat ke Proppo dan Batuampar

Persimpangan yang saling bersilang
Antara perubahan dan rindu kenang
Berkelok dan menurun ke dalam dada
Tempat segala rasa ditempa

STINGGHIL

; Bhabharan

Di atas bukit
Kubur-kubur berapit
Menanam batu nisan
Lumutan ingatan

Di atas goa babaran
Gairah kematian
Ke kiblat memandang
Bangunan kota berserakan

Disini hidup berlalu
Ada namamu disitu
Tulisannya ungu
Lekat di mata waktu

Simpan duka, juga bahagia
Lepas dari beban dunia

Undak pertama
Tertanam
Ari-ari pangeran Trunajaya

Setelah undakan
Miring tanjakan
Batu gunung menjulang
Batu tabu berbilang

:” disini
kerap jadi
arena judi
antara nasib buntung
dan untung
antara nista dan mati gantung
kartu usia terus diedarkan
dtelungkup di atas tikar
menutup permainan”.

: Lembah

Liat tembikar menghampar
Lembah hijau marmar nisan
Menyemai kenangan bagi yang ditinggalkan

Angin menyapa debu
Matahari mencium batu

: Glisgis
Terjal bukit memutih
Simpan mata air
Dan air mata

Para penggali batu
Memecah dada
Hidup tak pernah
Berpihak padanya

Pohon getir tak lagi disitu
Kaktus duri memeluk rindu

Ziarah kerikil kata-kata
Menitip sakit lewat telapak
Bahasa juga tinggal jejak

Memasuki jurang nasib
Tak pernah tertib

:guwa kene’
Batu rimba hamparan
Rumput kering kecoklatan
Coklat takdir terkenyam
Hidup kadang terasa tak nyaman

Tumpuk sampah jejal mata
Satu dua truk angkut mata
Kuras airmata
Tak pernah reda

Merah menara selluler
Jeram menancap dada
Sadap dan kirim berita
Bukan kematian tentunya

Lukacuka tanah dara
Pila-pilu sungai renta

: konco’
Dari timur pucuk
Kubur kota cahaya
Diiring langgam trunajaya
Memainkan komposisi
Keroncong Abdul Mubin

Tarian bukit dan sungai
Membelah mata anai-anai

Sampang, 2 Syawal 1430 H.
Catatan kecil:
Stingghil= kuburan kuna yang terletak di bukit babaran, arah timur kota Sampang. Di tempat ini memiliki pesona alam pebukitan yang amat indah karena dapat terlihat semburat bangunan dan atap merah pemukiman kota Sampang. Juga ada gua babaran yang sekarang dibiarkan terbengkalai. Sesekali terlihat para remaja pencinta alam memanfaatkan tebing gua untuk latihan panjat tebing.
Disini juga dapat dilihat aneka nisan yang terbuat dari batu gunung sediktinya yang sempat terdata penulis ada 15 macam bentuk nisan di antaranya ada yang usianya lebih dari setengah abad.
Abdul Mubin= musisi keroncong di kota Sampang dan pernah berjaya dengan orkes keroncong Trunojoyo, dengan salah satu gubahannya yang cukup populer saat itu berjudul “ Langgam Trunajaya