Translate

Jumat, November 23, 2012

Melayari Kali Kemuning




Hijau tubuhmu

memantul bayang-bayang
langit pagi, dan lelambai daun
di tepian hari.

Matamu berbinar menangkap kelepak
mamalia hitam,
dari ranting petang.

Pejalan di atas jembatan
menimang matahari,
ribuan kaki berderap
ke tengah kota.

Pendar kunang sepanjang geladak,
dan malam menyapu jalanan
dering beca, deru motor
berbelok ke tikungan pasar Srimangun
menanjak ke atas jembatan Glugur
dekat terminal.

Hijaumu terus ke hilir,
melintasi jembatan
tanglok, dikepung waru kenangan.
Hijau tubuhmu

Melayari Wajahmu


Siapa memandang di balik wajahmu,
binar matamu. Ada kegembiraan berpendaran.
Seratus kenangan bernyanyi mengusir sepi.
Orang-orang datang, dan pergi
tinggalkan bayang-bayang,
juga wangi selendang.

Matamu, sebuah danau. Tempat bayang memantul,
dan pohon-pohon bergoyang menidurkan mimpi,
sambil memeluk bulan yang terperangkap
di bayang-bayang belukar.
Bulan itu terus bernyanyi, diiringi tarian ikan
bersenandung. Sampan-sampan melaju ke tangah, dan di tepian
alis matamu hijau oleh tetumbuhan , merah kuning mahkota bunga
menjulurkan lidah. Bulan mengambang di atas moncong ikan air tawar
yang terbuka lebar, namun aku terus bertahan di bibir danau
yang kemerahan.

Kata-kata bertumbuhan,
menaburkan sari kembang.
Aroma pagi semerbak
menerbitkan subuh,
dan sujud pun berlabuh.

Kamis, November 01, 2012

KAMPUNG



: kiki sulistyo
(1)
Musim panen kelima, ladang dan hama. Palawija  dan pohon palma bertahan di antara retakan tanah kampung dan perasaan mengaliri sungai miring.
(2)
Tak ada bebuah,butiran keringat menguning menumbuhkan biji syukur berkecambah di dada tegal yang resah. Air mata, bukan tangisan, Ki. Tetapi gilian doa yang selalu tumbuh dari kedalaman hati leluhurku di antara sedih dan terimakasih.
(3)
Kering rerumputan, merebahkan segala nasib ke akar sabar memecahi batu-batu kelam yang berdebar. Langkahmu berderap membawa hujan kata-kata berjatuhan dari langit sana Langit yang sama dengan kampung halamanku juga.
(4)
Garis-garis tubuhnya mencair membasahi kering tanah dalam diri, lalu bertumbuhlah bebetang puisi menyusul biru hati dan tunggang akarnya mencengkeram ke dalam getar dan hidup yang berkobar.
2012

GIRPAPAS



Matamu berkilau memantulkan percik garam yang terbakar di bentangan tubuhmu yang berpijar. Suara kincir dan angin yang asin memutar hidup di antara petak dan umur. Bau tubuhmu yang takkan pernah kulupakan di antara kubangan airmatamu yang  biru malam selalu menyimpan kesetiaan.
Perempuan-perempuan dengan keranjang di junjungan membawa sebuntal harapan yang dijaringnya dari laut selatan. Ikan nus dan kakap karang dengan siripnya yang mekar menyimpan salam dan mata pisau.
Ke pasar, hiruk pikuk terus berjejal di antara kabar dan tawar menawar di atas sehampar papan memajang tubuh tenggiri yang bergumpal serta cakalang yang terkapar juga udang tambak yang meringkuk menolak kutuk.
Perempuan yang tak pernah menangis dan hari-hari direndanya dengan lukisan bunga dan laut  yang lekat di baju dan jariknya sebawah lutut. Air meninggi menyusulpanas matahari.dan para lelaki menyisingkan lengan matahari yang kian berkilau diiringi keriut kincir mengangkat tubuh air yang tergelincir. Suara riuh yang membelah mimpi dan sepi.
Sesekali terlihat siluet tubuh yang hitam pematang yang tak lebar menyeret karungan nasib yang basah dan karat ke tepian jalan perubahan. Suara kincir kian kencang berputar memutar harapan menjadikristla-kristal yang berkilau.
2012

GENETIKA RINDU

Seberapa jauh gen-gen wajahmu membayangi tafsir yang melilit di antara kromosom hari. Getar suaramu terus membelah di dalam inti hati. Menyibak jalur pembuluh darah yang keluar masuk 2 kali ke dalam jantung. Siang dan malam yang selalu berdenyut di antara tubuh waktu.
Jauh di dalam hati barisan kodon janji berderet seperti mengulang setiap kenangan yang pernah kita lewati di antara persialangan jalan malam dan turunan yang menikung di antara rahasia yang kita sembunyikan. Si penafsir itu hanya tersenyum di raut wajahmu yang merah semu