Translate

Minggu, Juni 15, 2008

QUANTUM MALAM

Aku datang lagi di ruang temaram
Tempat kau dan aku berbagi kenang
3 tahun waktu menggores langit ingatan
Beratus kisah mengeram dalam kehangatan

Musim hujan telah reda dan kemarau tumbuh
Mematangkan kata-kata yang mengeras dalam tubuh
Daundaun kembali gugur dan menumpuk ingatan dalam subuh
Sehingga kau tahu bahwa aku seringkali berlabuh

Terik yang memancar dari matamu. aku tahu
Betapa gerah kau menanti perubahan waktu.
Tetapi bulan yang mengambang di dalam mimpimu
Terus berenang menyimpan pagi

Malam terus menarinari si antara bintang-bintang dini
Yang berkerjapan seperti matamu berkerlip
Menyimpan sejuta cahaya matahari

Hentakan musik memenuhi ruangan
Menyesaki dada dan kepalaku
Dalam segelas es buah yang terasa hambar

Aku baca meja kosong di depanmu
Sebaris menu yang tak sempat aku baca
Tetapi aku cukup mengerti bahwa kau

Yang selalu menyanyi dalam rindu
Dan aku yang selalu menunggu di depan pintu

TOL

Waktu berputar
Jarum jam menyambar
Usia terkapar

Minggu, Juni 08, 2008

DI TAMAN

di taman sebutir matahari
terjun dari ujung daun, bumi mengamini
lalu, bunga-bunga berseri

Kamis, Juni 05, 2008

ANAK-ANAK SIANG

Dari ususmu
matahari membakar lapararoma garam dan pasir melumuri udara

panggang kakap dan kerapukarang terbakar asap hitam dan langit berawan

pekat kenangan
amis perih udara
gemuruh pasir berdesir membakar rindu pelesir

: podai, podai, podai !!!!!

NAK

nak, kenapa kau ingin jadi dokter
karena bisa menolong orang atau
karena banyak uang
atau
kedua-duanya

tidak hanya dokter,
manusia harus bisa menolong sesama
soal uang?
akan datang
saat kau memang bisa
menekuni ketabahan
(2)
memintal pikiranmu, nak
betapa rumit jalan pulang
pada kebenaran
sekolah hanya bisa memberikan janji
kadang tersesat dalam buku

Rabu, Juni 04, 2008

HUJAN

(1)

Hujan pagi
baringmatahari bantalan awan
burung-burung berpelukan dalam sarang

Air menjulurkan lidah jilati tubuh sepi
menuang dingin di serambi

tak lupa aku mengingatmu, hujan lalu
kau cerita malam dan hujan
bintang-bintang memercikkan tubuhnya
pijar hangat langit rindu

Kau sisakan nama dan alamat
remang bibirmu, dalam matamu
panggang hujan kian matang

(2)
Kau makin keras gedor pintu
bulan mei
cuaca remang
kelembapan ambang

Saluran luapan musim
kian lebat dalam pandang
ranting-ranting hujan yang lebat, nyanyian air
berseruling meniup bibir tanah.

Airku menari, meliuk-liuk dari ketinggian langit imaji
gesekan udara memetik petir sepi
nyanyi air kian gelembung
letupan dingin tubuh mei

DARI ATAS BIS

Tambak itu menyala
Membakar air laut yang hitam

Membasahi masa silam yang bergaram
Ikan-ikan terperangkap dalam kelam

Pasirhitamkasar merayap dari pesisir selatan
Airgaram perih meluruhkan kantungkantung hujan dari wajahmu

Malam berkeringat dari dalam bis yang panas
Menempuh perjalanan jauh

Dari rahim gelap ke kota yang semburat

2006

KEPADA PEREMPUAN

Kau tak henti bernyanyi di malam-malam mati
deru angin, lorong nyawa, dan burungburung terbang
tingalkan sarang
gemetar menahan erang

Anak-anak mengurai mimpi
Hektaran lahan ditaburi pedih
Tumbuh duri dan sedih
sungai-sungai berkelok ke pejam matamu
Menetaskan batu-batu

Perempuan, kaukah memanggul gunung dan sawah
Sapi-sapi tak lelah mendaki dan membajak
Laki-laki tak henti lepaskan tali-temali dari ladang-ladang gersang
Menimba peluh di malam-malam beku
tak henti membakar matahari

Debar dadamu
Debar hutan-hutan dan hujan
Tempat teduh semai biji-biji harapan
: Ibu!!
Sumenep, 2007

Selasa, Juni 03, 2008

PEREMPUAN II

(1)
perempuan itu tersenyum
sungai mengalir dari wajahnya
kata-kata bening menumbuhkan pohon di jantungnya
menjalari hati dan lambung langit pagi hari

(2)
perempuan itu berkedip
sebuah pintu tertutup di dadanya
sepi tenggelam di dinding langit muram
kelebat bayang nelan bulan ke balik karam

(3)
perempuan itu bernyanyi; hutan rimbun burungburung berdatangan
membangun sarang menetaskan biji pulang
lelaki dan anak-anak berteduh di kelopak yang hijau
menidurkan lelah sepulau

(4)
perempuan itu tertidur; gunung-gunung dan sawah terlelap
angin mengusung malam
purnama terbit di dada belahan
menyusui pedih dan dunia

PEREMPUAN I

(1)
sungai mengalir dari wajahmu
hanyut batu-batu balik dadamu
mengusapi pekat kelelahan mengenang anak-anak hilang

(2)
cinta itu kau hancurkan
dengan ledakan hati
dan kobar mata api

kau bunuh malam
ungu oleh beratus kelam
lelaki yang sesat jalan pulang

di tengkuknya tato mawar dan serigala
siap menerkam di antara belukar nafas
tersengal

cinta itu kau hancurkan
nyeberangkan anak-anak dari bentang kelam
merambat sepanjang lorong malam

sepanjang sajak-sajakmu mengusung penat
tersungkur sebelum tuntas rakaat
kau salamkan

(3)
ingin membisikimu;
buang dingin menumpuk
rebah malam kutuk


nyala jingga sumbu kata
bakar beku buta
sampai hangus gelap renta

lalu dini, matahari di dahimu
memecah butir-butir senyum
di kedua sudut pagi
2008

TANJUNG

Di batu malam
bintang-bintang mengambang di atas lautan
jalanan ramai oleh percakapan bakul
menggelar ikan menyambut fajar datang

Di selatan perahu-perahu menyibak gelap
menjala garam kehidupan di atas gelombang tabah
anak-anak lelap dalam mimpi bulan

Di geraham laut
nelayan tanjung menjaring bintang
cahaya menggelepar

Ikan-ikan dalam tangkapan
dengan insang kemerahan
sesegar binar mata perempuan pantai

Menanti lelakinya pulang
2006

SUNGAI BERATUS KENANGAN

Tawa anak-anak itu
Mengikatkan rindu



Selamat sore aini
kembali aku teringat kau
ketika anak-anak mengantar matahari
layak kita tempo hari
menanti sabtu di pintu
melepas minggu melambai
dan menyambut senin gemetar

Bendera kenangan berkibar di langit usia
biru prusia. Sisik awan menulis cerita bergerak dari bilik malam
dari balik kecupan
yang terpahat di pohon pinus
di bukit yang terlihat pucuknya
karena lebat rindu menghutan

Selaput kabut mengarungi bukit
angin basah membelaimu
terbungkus jaket biru
aku mendaki
kian dekat ke puncak rindu
namun makin jauh kala kuseru

Gerimis mengiris sore
hutan mendesah basah
dingin kian terasah
kurangkul gigil kenangan
hangat igaumu
melantun lagu mariam

Radio transistor di ruang tamu
igaumu kembali mengalun di antara cuaca hujan
meratapi hutan yang kian kelam

Sore ini
air menggenang di halaman
menyulam kenangan yang lama terputus
ke sungai beratus yang kian susut
2006

PASONGSONGAN

lelaki itu memeluk karang julang di balik dadanyalaut hitam kapalkapal menarik jangkar dari kepalanya
di utara nelayan pasongsonganberpose di atas gelombang meregangkan tali ototnya kayuh kemudi ke lepas laut
meninggalkan bisingpantai dan aroma berakterbakar amis pindang dan cakalang
layar dibuka angin bersorakperahu bergerak pasirpasir bukit di selatanmelambailambai.
Dan lelaki itu mengepalkan tangan di antara kakiangin yang kian kencang mengangkang
berkejaran antara hati dan gelombangAntara keberuntungan dan kemalangan ke atas lautke batas tahmitke luas takbir
lakilaki itu menembus kedalamandiantara gaduh terumbu malam dan gemuruh keikhlasan

PAKONG

Dari lembah mereka mengusung sungai
Ke bukit-bukit hitam
harapan terketam
ngarai hijau
matahari berkilau

Ladang-ladang hijau
oleh daun tembakau
agustus menua
putih kembang
seluas pandang

Perempuan-perempuan memikul air
dari hulu air mata
menimang-nimang pantulan kelam
dari pematang
2006

PENERBANGAN PUKUL 07.00 PAGI

:saat bendera dikibar setengah tiang

(1)

2 ton melati ditabur di langit mekarkan mendung dengan tajuk ungu
Tahlil dan tahmit serangga menggigiti sisa daunan di tepian matamu
Tubuh berlemak beku, senyum dingin di langit pilu
Semua akan kembali sepertimu.

Asal muasal dari segala asal
Adalah datang dan kembali kepada tiada
Langit yang sama
Laut yang sama
Tanah yang sama

Kotak-kaca bergilap memantulwajahmu yang beku
Perjalanan dari tanah-pertanian, ladang pertikaian, menuju istana sangar
di antara pagar senapang dan letupan
Sungai-sungai perlahan berbisik meniti kenangan dan kelam
Sawah-sawah menuai biji-biji pedih dan hujan semalaman

Biji-biji airmata tersemai di bukit-bukit menikam langit
Dan beratus burung tumbuh dari kegelapan
Bersayap belati dan cakar dipenuhi petir dan paku
Melintasi kubur langit senja
Menggali lubang laut bertuba

Paus berlemak,
Terbang diringi panji-panji dan lencana
Menyisakan kegaduhan dan bencana
Kota-kota ngibarkan sungai dan laut
Pohon-pohon memutikkan tangis dan darah
Penerbangan paling lamban paling bahaya menutup semua bandara

Seratus kompi serangga bersengat berputar-putar di antara langit dan tanah
Di antara rasa cinta dan terpaksa antara rasa bangga dan durhaka
Mengawini seratus lembah mebuntingi seribu bukit
Dengan disaksikan tanah-tanah tak bertanda rumah-rumah tanpa jendela
Jalanan macet, armata membasahi aspalan tempat kau dan aku menjejak kasar nafasmu
Kuku yang mengelupasi ayat-ayat tanah dan tahiyat tembakau
Bersama-sama perempuan kembali menggali alamat dan nama-nama di antara lipatan kuitnya
Seratusan doa dari masjid-masjid terus bergema membangun konfigurasi di angkasa malam
Kelebatnya menyapu bintang-bintang menyusu bulan legam
Percik cahaya tak henti meletupkan meteor di antara rasa iba dan kecewa
Meluncur dari planet kelam ke mata petang berkunang-kunang

(2)

Di atas bukit menjunjung langit
Di antara rerimbun semak terasa sengit
Di antara langit menunduk dan tanah menengadah
Tubuh beku itu ditanam ke kiblat menghadap
Pulang dewa ratusan sesaji
:Tanker,
polisi,
tentara,
tanah pertanian,
tapos,
kilang minyak,
batu bara,
hutan,
bendungan,
aceh,
nipah,
pringkuning,
priok,
taman mini,
beringin,
otb.
Patok-patok yang terus bertengger di kepala tanah
jadi mahkota
jadi singgasana
Dalam tanahmu yang dalam
Dalam tubuhmu yang dalam
Dalam namamu yang dalam
Dalam tobatmu yang dalam
Dalam dalammu yang kelam

Laut kian meluas dalam dada
Tanah kian meluas dalam mata
Jalanan kian panjang ke atas tower-tower
Menyeberangi waktu di antara punggung dan perutmu

(3)

Hallo apa kabar?
3 menit lagi aku kembali dalam freetalk sehingga kita tak tergesa
Aku menembus langit bersayap
bintang-bintang beredar dalam pikiranku
Tubuhmu melayang di atas ketinggian impian dan bersalaman
serangga mengerubungimu
Tangis atau kutukan tak jelas terdengar berseliweran dalam frekuensi duka
di antara tiang bendera kehilangan warna.

Dua bandara saling bercengkerama menanti detik-detik pemberangkatan dan penurunan sepanjang jalanan tangan-tangan melambai langit dan barisan awan lambat berjalan menundukkan wajah dan menitikkan airmata

Sebuah kerinduan, tak terlalu penting memang
Namun kenangan takkan terlupakan mengukir bukit dan langit
Di tato tubuhmu kota ini lama tertidur
dengan hutan-hutan gelap
singa-singa lahap

Ini bukan mimpi, burung-burung telah hilang dari ingatan dan kisah-kisahmu terekam di dinding-dinding batu dan tanah
Menyimpan riwayat 32 tahun
Dan tak lagi muda
Lemak bergelambir dan tubuh kian krut dalam lipatan waktu
Ke lipatan tubuhmu
Sendiri

2007

13.30 ; 24-12-07 : minggu yang tak sempat diberitakan

(1)

Senin kau pinta aku menggantikanmu
dan aku masih terbayang kamu berdiam di kursi
tapi minggu lebih dulu ngajakmu pergi

Membawa rencana dan perjalanan
ketabahan dan kesabaran
bertumbuhan dalam kenangan

Jalanan dan hujan
mengajakmu pulang
di tikungan jalan

Hujan deras mengguyur
tepian mata
baru usai mengucap salam siang

;gerimis di langit mencatat peristiwa

Senin tak ada upacara bendera
semua berkumpul di mushalla
merangkai doa dari pagi yang duka

(2)
Seluas langit pernah kau pintal
engkau lukiskan biru sayang

Warna senyum selayang
dari getar rindu saling beradu

Menggerakkan matamu yang teduh
tempat tumpah segala keluh

Meski di pelabuhan dadamu aneka kapal
sarat beban berlabuh

(3)

Hujan terakhir
mengabadikan perbincangan kau dan aku
tentang lanjut usia orangtua kita
kau dan aku anak-anak yang mencinta

Tak sekuku bajik kita melebihi ketulusannya
Tak seundak bijak membalas luapan kasihnya

Belum usai kisah kau bagi
getar hanphone dan panggilan dea menyudahi cerita
kau pulang menembus bintang gerimis

Hujan kian deras membasahi kisah tercecer
Di beranda

RAPA

anak-anak itu mametik malam
bulan bintang kian kelam
sela-sela bukit dingin merayap
jarum jam menikam senyap
igauan televisi derum jalanan propinsi berkejaran
di larimalam yang kencang
mereka mabuk menjadi televisi
mereka berteriak menjadi angkutan pedesaan yang sesak dan berbatu
saling menyusul menuju gundah
toko-toko, jalanan, dan malam kampung
saling merapat di sabtu yang gulita
pohon-pohon bernyanyi angin memantik sunyi
dan musim kian renta mencuatkan tulang-tulangnya yang dingin
kampung ini terus berbiak
anak-anak berteriak sambil membanting suaranya di emperan toko
kian runcing membacok malammalam mati
kian nyaring menyodokkan belati

anak-anak itu lahir dari sepi di saat –saat malam bunuh diri

SAMPANG

:geladak

Sungai berkelok
Denyarnya masih terasa
Berpuluh tahun lalu, bahkan lewat
Perahu menepi, tali tertambat.

Biru air berkaca-kaca
Rekam pejalan dan kendara
Lalulalang ke sekola, belanja dan tempat kerja.

Geladak belum tinggi, lantai rumah sejajar jalan raya.
Bibir sungai, masih hijau daun waru
:Pagi melintas.

Sepi berduri,
Suara kereta pelan merambat
Angkut penumpang ke kota terdekat.

Suaranya perlahan saja
seperti karat dilepas senja
Merontokan kenangan yang coklat dan renta

Riuh penarik becak
Mengangkut es balok
Dari gudang TKG dekat geladak

Ketipak kuda
Memutar roda pedati
jemput pulang bakul ikan dan sayuran

Magrib, toko-toko terkunci.
Tak ada jual beli pemiliknya masih ngaji
Sampai isyak menanti.

Bila kamis malam tak ada toko buka
Suara tartil, pujian, dan shalawat
Memenuhi langit berkat.

: barat

Masih sekitar jalan panglima sudirman
Dekat toko andalas yang kini lenyap,
Adzan di Kaptegghi merekati dinding ingatan.

Tak merdu suaranya
Namun selalu ingatkan waktu shalat tiba

Jalanan membujur ke ujung
Belok ke kanan lalu ke kiri
Toko mas terang, hing wan, dan toko kitab di sudut persimpangan.

Laris masih tetap menghadap selatan, kokoh berdiri dekat bangunan penjara
Sebelahnya lagi pos polisi, lalu truk melintas
Lemparkan kotak korek api kepada petugas.

Pasar srimangun, rel-rel mati ditumbuhi kios buah-buahan.
Toko damai yang muram kehilangan pelanggan.
Beralih ke supermaket, dan swalayan menjamur di mata memandang.

Sisa lahan tertutup beton dan aspalan
Rampas serapan hujan

Jika kemarau usai, warga siap menyongsong
Birahi sungai meluapi kota.


:timur

Belok ke selatan monumen kota,
Tak lagi patung laki berkuda dengan tombak digenggaman.
Tetapi julur menara, kubah mekar di ujungnya.

Di seberang, gedung smp 2 beralih jadi kantor bina marga.
Di dekatnya toko rejeki milik mieng lie, perempuan wajib lapor bulanan
ke aparat polisi, karena belum dapat status wni.

Tjip Soe kian merana,
Diapit swalayan bunga.

Di ketinggian geladak pasarpao sungai sibak punggung kota
Pagi, kabut, anak mengaji.
Saling sambut dengan cericit mamalia
Menggenggam sepi.

Air mulai keruh, simpan duka seluruh
Luka malam sembilan puluh tujuh.
Kota merah oleh amarah, peluru muntah oleh darah
:Tangisi nyawa terjarah.

Pecah kaca
Penuhi jalan raya.
Tarian asap dari gedung perkantoran
Dan gereja pantekosta di seberang utara.

Pasukan tentara
Berjagajaga
Senapan siaga



Periksa penumpang kendara dan pejalan
Masuk kota.
Kawatir bawa gaman dan senjata

Wajah dingin
Urat-uratnya berpilin

Berapa terkapar?
Siapa hilang?

Sungai,
Masih mengalir dari utara ke selatan kota
Wajahnya coklat lempung

Bayang-bayang mengapung
Samar-samar kambangan luka
Menampar wajah kita

2008