: toko banjir
Jalan ke utara
Arah batuampar
Pebukitan kuna
Letak kubur para aulia
Disitu ziarah bermula
Ke asta yusup
Ke pulau talango ziarahnya
Ke timur jalan kecil ke bukit babaran
Tempat tembuni trunajaya dibenam
Ke puncak lagi, kubur sitihinggil
Menatap kota yang gigil
Kenangan tersisa di taman yang selalu dibangun
Patung laki bekuda sudah tak dijumpa
Urat-urat kota saling bersilangan
Gedung-gedung dirubuhkan
Tempat belanja ditumbuhkan
Mulut selalu dikenalkan kuat makan
Penjual makan dan minum
Meramai saat sore terbenam
Bersma riuh masjid baca pujian
Dan panggilan azan
Ke barat,
Sungai membelah dada kota
Tebing kian curam
Securam duga bersarang dalam sangka
Di bibir sungai,
Hijau daun waru tak tersisa
Kota kecil yang sepi
Hari-hari terus berganti
Di terminal jalannya berlubang-lubang
Bis antar kota menunggu penumpang 10 menit saja
Tak ada yang berkesan di kepala
Hanya warna-warna batik yang menggurat tegas
Disini bermula dan bergegas
Orang-orang berangkat
Ke berbagai kota:
Besi tua, penarik beca, atau
Ke negara tetangga, meski tanpa paspor
Sebagai imigran gelap juga
Tak terlupa jika kamis malam tiba
Menara-menara menyanyikan tartil, pujian dan shalawatan
Mengekalkan kota yang tentram
Hanya sesekali saat gelombang pasang
Atau saat purnama datang di awal bulan atau saat purnama datang
; banjir bertandang
Serupa kerusuhan yang tiba-tiba meruntuhkan kota
Lalai para pemegang kuasa.
Jumat, Juli 11, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar