Berapa umur tuan?
Hujan jatuh di halaman, mengguratkan lingkar tahun dan musim berguguran bersama daun. Jalan menikung dan
berliku di ujung. Sawah-sawah hijau oleh
cinta memandang udara yang selalu menuju ke utara. Di barat sungai melenguh
sambil mengusir hujan riuh. Batang-batang trembesi
menjulang menadah airmata langit yang selalu tumpah bersama sakit.
Dedaun mungil yang
menuliskan cinta abadi, menguning berguguran memenuhi halaman. Ia menuliskan
suara langit menjerit, udara beracun memasuki paru dunia, di antara sesak waktu
kesulitan mencari rongga. Batang-batang kian hitam oleh ludah waktu yang jeram.
Guratan guratan tegas mengingatkan surat wasiat kakek yang pernah
aku buka dalam sebuah laci meja. Tulisan yang mengingatkanku pada lukisan
kaligrafi kaca yang ditaruh di atas pintu masuk rumah. Sebagai penjaga,
katanya.
Bening oksida dan
kelam karbondioksida selalu bertukar di udara, di paru hijau trembesi mengembang ke angkasa. Jemari tangannya beribu dengan bulu-bulu kemuning meniupkan
angin ke selatan memberikan harapan hidup yang sebentar. Sebab, yang lama
adalah keabadian. Di akar-kemakar yang menembus kedalaman hati, cecabangnya
merangkul remahan diri, ia terus menjalar menyusuri hidup di antara batu nasib
dan sungai haru dalam pembuluh waktu. Jika sempat bertemu terimalah seluruh
rindu di antara racun dan temu. Di antara harapan yang tumbuh pada setiap
jengkal jejak, yang pernah kita pijak.
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar