Potongan daging yang terkapar dengan warna coklat kehitaman. Daging pilihan yang telah dipanggil untuk memenuhi santap malam. Menemani perbincangan di ruang makan sambil merencanakan ekspansi ke negara jajahan dan para gundik moi indie yang menjadi simpanan. Meneer, tak cukup potongan tubuh ini, maka ditambahkan pula dongeng perempuan dengan sekeping senyum di dada belahan. Bumbu pedas percintaan di ranjang-ranjang petang telah mengukir kelam di dinding sejarah kami yang buram.
Sebelum kelam para pelaut dari utara telah datang, dan kemudian beranak-pinak dalam perkawinan politik dan kultural, mewarnai kulit bangsa dan mata peradaban. Lembar sayatan yang dilumuri kecap pilihan dari lidah para petualang yang tak pernah pulang. Melengkapi sajian dimeja malambersama para Petualang yang berkumis panjang dengan kuncir di belakang. kuncir yang menumbuhkan kota pesisir.
Sepiring nasi pilihan. Nasi yang memantulkan butiran-butiran cahaya menerangi makan malam. Di meja lingkar peradaban kita berjumpa dari berbagai bangsa dalam sekerat daging yang tak pernah kita tahu nasib para peternak yang sabar dan selalu dikalahkan pemilik modal. Rumput-rumput pilihan tumbuh di pematang yang terpotong ketika usianya belum matang. Pengorbanan paling dalam sebelum hidup dilunaskan. Keratan daging, sayatan serat-serat kata, sapi peliharaan, dan rerempahan menghangatkan pembicaraan tuan, perempuan dan kekuasaaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar