Batu-batu
bernama dan bunga-bunga
menyiram warna, matamu. Dua bongkahan menyala
membasuh ruang dan rindu. Batang-batang meliuk
menari di atas kebun tubuhmu yang bongsor.
Memanggil pulau-pulau
jauh dan hati sauh.
Menara putih dan biru
suara-suara yang
menjalar dari liang tubuhmu yang beku.
Suara pasar dan malam
berpendaran menjadi lambung kota.
Anak-anak
berdendang tanah lapang
suara gemerisik yang
terus menembus jauh
ke dalam bilik tubuhku.
Bilik yang berpenerang
lima kaleng cat bersumbu.
Kau membaca kitab
pulang yang lama
tersimpan di rak dada di
antara sendok-garpu
dan piring yang selalu
berdenting.
Dering suara, dan
gemerincing matamu
di depan pintu pusat
belanja. Di antara bungkusan
plastik dan aroma
penyejuk ruang. Buah peer,
limau, manggis,
semangka, pisang raja,
dan aneka pakaian dalam.
Di atas dinding yang
mengarah ke telingamu
suara rumah, kamar,
mandi, toilet, dapur, ranjang, kursi, pembersih badan, pengharum perempuan, dan
sebuah mesin gesek uang plastik berdering.
Ada gambar kepala dan
burung terpampang
di atas pintu, gambar
yang mengingatkan kepada
lukisan kaca yang dibuat
kakek.
Dari jauh lambaian
tangan para pendahulu
di sesobek kain berdarah
itu. Di kepalanya
dentang hiphop, dangdut
koplo, dan
house
music
menarik ingatan
keluar dari laci waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar