Di
dua matamu sungai dan laut menyatu menidurkan
pagi yang basah. Pintu terbuka sebuah dunia amis kembali menyeruak dari dalam
tubuh yang gosong. Aku ingat dua tanganmu dan wajahmu yang berseri menangkap
isyarat dari lubang pintu. Selamat pagi, suaramu sambil menunggu matahari
bergerak dari dalam rumah. Suara piring dan garpu, suara
ibu yang selalu mengingatkan subuh yang teduh. Segelas kopi, telur dadar dan
sepiring nasi riwayat yang selalu menguraikan
cinta.
Engkau
terlentang mandi matahari, dan dua matamu tenggelam dalam lautan hari yang kian pasang. Kita berlayar ke atas impian yang
sempat kita tuliskan di punggung dan kita gambar di luas langit mengangkang.
Cakarmu, ah mengingatkan perjumpaan di malam-malam lalu yang sendu. Merenangi
bulan di antara geliat bintang yang mengambang di permukaan.
Di
gelambir susumu yang bergelantung, puting
nasib menggembung menyimpan susu haru dan
kantung takdir yang biru. Tiga puluh Sembilan anakmu menari-nari
bergelantungan di pentil waktu melompati punggung
siang dan menyelusup ke selangkang sore, dan malam pasang menabur
kunang-kunang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar