Telah
kurubuhkan rumah yang kau bangun dengan angkuh. Kayu-kayu nasib telah lumat
dalam laknat. Musim hujan, tanah menangis dan langit mengamini. Saat berbiak tiba dan aku selesaikan sepasang
sayap yang coklat bergambar kilang waktu yang menderu.
Telah
aku tinggalkan dunia tanah basah dan kisah-kekasihmu yang rekah. Telur malam pecah di atas petarangan magrib yang temaram.
Lihatlah tarian pulang di sekujur lampu-lampu yang tumbuh di matamu. Melukiskan
kenangan terakhir yang sempat terekam di
bibir sore.
Tubuh
telanjangku kembali menyelami sela-sela waktu,
sembunyi di balik batu takdir yang tersihir. Ruah-rumah gelap, dan kisah
gerilya datang tiba-tiba, mengajakku kembali menepi di tepian sunyi meremahkan batu-batu
nasib yang ganjil, ke dalam tepian malam takbir.
Lampu-lampu di dahimu memutar isi kepala bersama guguran sayap berebahan di halaman kelam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar